sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Korupsi pengadaan tower PLN, Kejagung: Adendum berubah 3 kali

Penyidik Kejagung menyatakan telah mengetahui pola mark up di korupsi pengadaan tower PLN.

Ayu mumpuni
Ayu mumpuni Jumat, 29 Jul 2022 14:41 WIB
Korupsi pengadaan tower PLN, Kejagung: Adendum berubah 3 kali

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan sudah mengetahui pola mark up dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Tower PT PLN (Persero) dengan melebihkan anggaran sebenarnya (mark up). Namun, belum dirinci berapa jumlah tower yang dilakukan pembangunan dengan nilai anggaran mark up.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Supardi menerangkan, dalam kasus ini terjadi mark up dan mangkraknya pembangunan tower. Sedangkan, nilai seluruh pengadaan tower yang diajukan Rp2,2 triliun.

"Jadi yang mark up itu yang sudah selesai pembangunannya," ujar Supardi kepada Alinea.id, Jumat (29/7).

Supardi menerangkan, terdapat sejumlah tower yang pembangunannya mangkrak, bahkan belum sama sekali dibangun. Dia merinci, dalam adendum awal 2016-2017, jumlah tower yang masuk dalam pengadaan sebanyak 9.085, kemudian pada Mei 2018 adendum ditambah menjadi 10.000, terakhir adendum Oktober  menjadi 13.000 tower.

"Jadi barangnya ada, tapi belum dipasang," ucap dia.

Dia menuturkan, hingga saat ini penyidik masih terus menggali keterangan dari para saksi. Bahkan, 14 perusahaan swasta yang terlibat dalam pengadaan tower itu akan dipanggil untuk memberikan kesaksian.

Sebagai informasi, kasus ini berawal saat 2016 PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower. Anggarannya berjumlah Rp2,2 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyebut, perbuatan melawan hukum itu karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero) diduga menimbulkan kerugian keuangan negara. Hal itu seperti dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, mereka juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower.

Sponsored

"Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," ujar Ketut.

Ketut menyampaikan, PT PLN (persero) dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Lantaran, Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo.

PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak pada Oktober 2016 hingga Oktober 2017. Kurun waktu itu menunjukkan, pekerjaannya baru selesai sebesar 30% dari realisasi proyek.

Berita Lainnya
×
tekid