close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata  dalam pidatonya di acara Puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2022, Selasa (13/12). Dok. tangkapan layar Youtube Kementerian Keuangan
icon caption
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dalam pidatonya di acara Puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2022, Selasa (13/12). Dok. tangkapan layar Youtube Kementerian Keuangan
Nasional
Selasa, 13 Desember 2022 15:09

Wakil KPK akui pemberantasan korupsi di Indonesia masih rendah

Menurut Alex, sejauh ini pilkada belum bisa menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan kapabilitas.
swipe

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyampaikan pemberantasan korupsi di Indonesia belum menghasilkan dampak yang signifikan. Hal ini Alex akui karena melihat dari berbagai indeks, seperti persepsi korupsi dan survei penilaian integritas, hasilnya belum menunjukkan poin yang menggembirakan.

“Indeks persepsi korupsi kita itu lima tahun terakhir hanya berkutat di 37, naik ke 38 sampai 40, turun lagi di 38. Ini yang menjadi tolok ukur pemberantasan korupsi, dan ya hasilnya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan,” ucap alex dalam pidatonya di acara Puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2022, Selasa (13/12).

Ia menyebutkan, banyak pejabat negara yang tertangkap tangan atau perkara korupsi bukan karena apes, melainkan karena memang masih banyaknya perbuatan pidana yang dilakukan. 

Masih banyaknya orang yang belum tertangkap atas tindakan korupsi tersebut, kata Alex, disebabkan masih rendahnya risiko terungkap dan tertangkap pelaku korupsi itu sendiri. Ia mengasumsikan hal tersebut bahwa koruptor melakukan korupsi dengan risiko serendah mungkin, namun menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu cepat dan singkat.

“Risiko orang ketahuan korupsi masih sangat rendah. Kalau tidak ada yang lapor, ya gak ada yang mengungkap korupsi itu,” ucapnya.

Bahkan Alex mengatakan bahwa hasil audit rutin yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum banyak mengungkap perilaku korupsi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Jika ada perkara-perkara korupsi yang bisa ditindak pun, menurut Alex, perkara tersebut akan berujung pada kategori pelanggaran administratif.

“Ada penyimpangan, tapi lebih banyak dikategorikan pelanggaran administratif. Apalagi, kalau kita bicara terkait inspektorat daerah, aduh! Itu lebih panjang lagi,” kata Alex.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Alex pun meminta agar dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, bisa menghasilkan kepala daerah yang berkompeten. Alasannya, sejauh ini pilkada belum bisa menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan kapabilitas.

“Kami selalu mewanti-wanti  kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di pusat dan daerah kalau ini tantangan kita semua. Memberantas korupsi bukan hanya tugas KPK,” tutur Alex.

Jika kepala daerah yang terpilih masih banyak yang melakukan korupsi, Alex pun berpandangan bahwa permasalahan di Indonesia yang selalu berbeda-beda di setiap daerah tidak akan pernah terselesaikan. Pembangunan di daerah pun tidak akan pernah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat karena kepala daerah yang terjerat korupsi. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan