sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

KPK: Koordinasi pemberantasan korupsi ringan di lidah, tetapi mahal dipelaksanaan

Ketika rangkaian permainan antar-APH tidak memiliki satu komando, maka kemudian harmoninya tidak akan terbangun. 

 Siti Nurjanah
Siti Nurjanah Senin, 06 Des 2021 16:39 WIB
KPK: Koordinasi pemberantasan korupsi ringan di lidah, tetapi mahal dipelaksanaan

Sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Antikorupsi Se-Dunia 2021 (Hakordia 2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Diskusi Panel Mewujudkan Sinergi Antar-Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait pada Senin (6/12).

“Hakordia yang kami laksanakan ini kami bagi menjadi lima tema, salah satunya adalah ‘Koordinasi Antara Aparat Penegak Hukum Pemberantasan Korupsi’,” jelas Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Nurul Ghufron pada sambutannya, Senin (6/12).

Ghufron mengungkapkan, maksud dari tema tersebut adalah koordinasi dan keterkaitan antara Aparat Penegak Hukum (APH) mulai dari KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang selalu memberi umpan laporan maupun audit kepada KPK. 

“Karena ternyata koordinasi itu mudah dan ringan di lidah, tetapi mahal dipelaksanaan. Oleh karena itu, kami mengundang secara langsung dan khusus kepada Pak Menko, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia agar memadukan rangkaian simfoni pemberantasan korupsi,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan, Indonesia telah memiliki aparat yang cukup besar dan luas. Tetapi, ketika rangkaian permainan antar-APH tidak memiliki satu komando, maka kemudian harmoninya tidak akan terbangun. 

“Jadi harapannya adalah koordinasi itu yang penting menurut kami ada tiga hal. Pertama supaya visi lurus, APH itu visinya satu, yaitu adalah kita anak-anak terbaik Bangsa Indonesia yang diamanahi untuk memberantas korupsi. Supaya baik KPK, kepolisian, kejaksaan, BPKP, BPK, PPATK, bahkan kami sesungguhnya dalam kerangka mengembangkan jejaring informasi dan data kami juga sudah bekerja sama dengan BPN dan Dirjen Pajak untuk mengumpulkan data tentang aset kekayaan,” jelasnya.

“Ini semua harapannya, kalau visinya sama untuk memberantas korupsi, maka apapun di antara kita tidak akan ada lagi mau tumpang tindih, mau saling rebutan atau saling melemahkan karena visinya sama,” imbuhnya.

Kedua, seluruh APH harus memahami dan menyadari posisi dan fungsinya masing-masing. Maka setelah memiliki visi yang sama, diharapkan ada struktur dan peran yang ditempatkan sesuai dengan topoksi masing-masing lembaga dalam pemberantasan korupsi.

Sponsored

“Yang terakhir atau ketiga, yang kami harapkan dari acara koordinasi ini adalah bagaimana kemudian kalau visinya sudah satu, merasa satu tim, kemudian punya posisi masing-masing, maka kita bisa saling berbagi kelebihan dan saling menutupi kekurangan. Kalau visinya sudah satu, maka saya yakin KPK kurang SDM minta ke kepolisian, KPK kurang jaksa penuntut umum minta ke kejaksaan, KPK butuh perhitungan kerugian negara minta ke BPKP, KPK minta penelusuran transaksi keuangan minta ke PPATK. Itu saling berbagi, karena KPK ini sesungguhnya buka siapa-siapa,” paparnya.

Selain itu, Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan, korupsi di Indonesia bukanlah sebuah budaya yang patut dipercayai dan hayati.

“Kita pernah mendengar dan membuka lagi tulisan Bung Hatta pada 1974 yang mengatakan, bahwa di Indonesia ini korupsi sudah menjadi budaya. Nah sekarang kita punya tema ‘Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi’ bukan budaya korupsi,” kata Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.

“Saya ingin mengatakan bahwa korupsi ini bukan budaya, tidak mungkin kita percaya dan menghayati bahwa korupsi itu budaya. Bagi saya pernyataan Pak Hatta itu mungkin pernyataan untuk mengingatkan kita, jangan sampai menjadi budaya,” imbuhnya.

Mahfud MD juga menegaskan, tidak seharusnya Indonesia menjadikan korupsi ini sebagai budaya, karena Indonesia memiliki budaya yang baik dan terkenal dengan masyarakatnya yang ramah.

“Dari sudut ilmu, korupsi itu tidak boleh menjadi budaya dan tidak bisa menjadi budaya Indonesia. Karena Indonesia memiliki budaya adiluhung. Adiluhung itu budaya unggul yang antikorupsi. Bahwa ada korupsi di Indonesia dan itu agak banyak, tetapi itu adalah kejahatan, harus dipandang sebagai kejahatan bukan sebagai budaya,” pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid