sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Liberalisasi Haji oleh Saudi: Peluang atau mudarat bagi RI?

Tahun depan Arab Saudi meniadakan lokasi khusus jemaah haji negara tertentu di Arafah dan Mina. Akankah Indonesia punya posisi tawar tinggi?

Satriani Ari Wulan
Satriani Ari Wulan Rabu, 05 Jul 2023 13:47 WIB
Liberalisasi Haji oleh Saudi: Peluang atau mudarat bagi RI?

Jemaah haji Indonesia berangsur-angsur telah kembali ke tanah air. Sejak 4 Juni 2023, Tamu Allah itu kembali setelah menjalankan prosesi ibadah haji selama lebih kurang 40 hari. Suka duka mewarnai prosesi haji di tengah suhu di Arab Saudi yang menyengat.

Tim Pengawas Haji DPR menemukan sejumlah masalah yang perlu dibenahi. Terutama saat memasuki puncak haji di Arafah. Karena kelelahan imbas telantar di Arafah, beberapa jemaah haji lanjut usia (lansia) pingsan usai lempar jamrah aqabah di Mina, Arab Saudi. 

"Beberapa jemaah yang saya temui mengaku tidak dapat makan usai wukuf di Arafah. Bahkan, mereka terkatung-katung di tengah teriknya matahari dengan suhu mencapai 42 derajat saat menunggu bus jemputan hingga sore hari di Arafah," kata anggota Tim Pengawas Haji DPR, Hasnah Syam, Minggu (30/6).

"Hal ini berdampak menurunkan stamina dan kesehatan jemaah menjadi drop. Bahkan, beberapa saya lihat sendiri tidak kuat dan pingsan," sambung Hasnah.

Hasnah menyesalkan minimnya pasokan makanan dan minuman untuk jemaah. Padahal, kondisi di Mina jauh lebih berat daripada wukuf di Arafah. Ia mendesak PPIH (Petugas Penyelenggara Ibadah Haji) segera menyediakan bantuan kursi roda kepada lansia.

"Di sini, saya lihat hanya ada petugas. Tapi, tidak ada satu pun kursi roda yang standby dan bisa digunakan untuk mengevakuasi jemaah lansia yang pingsan," imbuh anggota Komisi IX DPR itu.

Selain itu, beberapa jemaah haji lansia terpisah dari rombongannya. Mereka tampak kebingungan dan hanya duduk-duduk sambil menunggu dievakuasi.

"Standar operasional prosedur bagi jemaah yang terpisah dari rombongan tidak berjalan efektif. Mereka seperti dibiarkan menunggu evakuasi cukup lama. Bahkan, saya tunggu satu jam lebih belum juga mereka dievakuasi," ucapnya.

Sponsored

Sementara itu, anggota Timwas Haji DPR lainnya, Endang Maria Astuti, menyoroti kelebihan kapasitas (overcapacity) tenda jemaah di Mina. Seperti yang terjadi di maktab nomor 66-68: setiap tenda diisi 360 orang, padahal hanya dapat menampung 260 orang.

"Ini menjadi keluhan para jemaah yang disampaikan kepada kami, mereka menjadi tidak nyaman. Itu pun ternyata ada limpahan air yang mengucur dari toilet yang membuat kasur menjadi basah. Ini sangat menyedihkan sekali," paparnya.

"Meskipun ini hanya dua malam bagi jemaah, namun ini bisa mengakibatkan kesehatan jemaah menjadi terganggu," lanjut anggota Komisi VIII DPR itu.

Sebagian jemaah berinisiatif membuat tenda tambahan darurat, yang memakan jalan pejalan kaki. Tenda beratapkan pakaian ihram agar tidak kepanasan.

"Menurut saya, ini sangat menyedihkan sekali sampai mereka mesti tidur di luar. Selain itu juga, mereka yang tidur di dalam, 1 bed itu untuk 2 orang karena ruangnya yang sempit," ujar Endang.

Percepat bentuk Panja

Berbagai masalah itu antara lain yang menjadi alasan wakil rakyat membentuk Panitia Kerja (Panja) Haji. Menurut anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq, pihaknya akan mempercepat pembentukan panja itu. Selain untuk mengevaluasi, percepatan itu seiring kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang mengubah aturan perjalanan ibadah haji tahun depan. Perubahan aturan itu dinilai mengkhawatirkan bagi Indonesia.

Maman menjelaskan, aturan baru ini meniadakan lokasi khusus jemaah haji negara tertentu di Arafah dan Mina. Bagi negara yang lebih cepat menyelesaikan semua kontrak dan siap untuk musim haji 1445 Hijriah/2025 Masehi, jelas Maman, maka dapat lebih dulu menentukan tempat di Arafah dan Mina.

"Saya melihat ini jadi semacam liberalisasi penyelenggaraan haji oleh Pemerintah Arab Saudi. Bagaimana kalau kita lemah dari sisi negoisator ataupun dana. Apalagi kita selalu lebih terlambat dari negara lain dalam menentukan budget," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, dikutip dari laman Kemenag, Senin (3/7).

Akibat keterlambatan itu, kata Maman, bisa jadi Indonesia akan mendapatkan maktab yang lebih jauh dari Mina dan Arafah seperti yang didapatkan jemaah haji tahun ini. Bahkan, kata dia, tidak menutup kemungkinan jemaah Indonesia tidak mendapatkan tempat.

Anggota dewan dari daerah pemilihan Jabar IX ini menegaskan, perubahan aturan ini sangat mengkhawatirkan. Karena itu, Komisi VIII DPR mewanti-wanti kepada Kementerian Agama bahwa liberalisasi penyelenggaraan umrah dan haji ini harus membuat Indonesia lebih sigap dan tanggap memperjuangkan pelayanan terbaik buat jemaah haji Indonesia. 

Setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit, kata Maman, Komisi VIII DPR segera membuat Panja Haji untuk membahas, mengevaluasi, dan mencari solusi penyelenggaraan haji. Mulai dari soal petugas, fasilitas, dan regulasi yang dilakukan oleh Arab Saudi. 

Maman mengingatkan agar pemerintah tetap menjadi posisi tawar yang kuat kepada Arab Saudi. "DPR akan lebih proaktif, karena ada kekhawatiran kalau kita agak terlambat bisa tidak mendapatkan maktab atau tempatnya lebih jauh untuk menuju Jamarat," ujar Maman.

Percepat penetapan BPIH 

Gayung bersambut. Inspektur Jenderal Kementerian Agama Faisal Ali di Mekkah, Selasa (4/7), memastikan akan mempercepat penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Ini sebagai respons kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang mengumumkan adanya perubahan kebijakan penentuan lokasi maktab di Arafah dan Mina (masyair).

Bagi negara yang lunas terlebih dahulu akan mendapatkan tempat strategis. "Salah satu tantangan kita ke depan adalah bagaimana mempersiapkan haji menjadi lebih baik dari saat ini, bagaimana mengakselerasi semua proses-proses setelah puncak haji," kata dia. 

Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah telah mengumumkan kuota haji 1445 Hijriah atau 2024 Masehi. Pengumuman ini disampaikan sehari sebelum berakhirnya fase Mabit di Mina, 30 Juni 2023. Indonesia tahun depan kembali mendapat 221.000 kuota. 

Bersamaan dengan itu, diumumkan juga proses persiapan penyelenggaraan haji 2024 sudah bisa dilakukan mulai 16 September 2023. Faisal mengatakan siklus setelah pelaksanaan haji 2023 adalah penyampaian laporan keuangan kepada DPR dan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baru selanjutnya dilakukan pembahasan BPIH 2024.

Ilustrasi haji. Foto Pixabay.

Ia menjanjikan, penyusunan laporan keuangan haji 2023 diperpendek dari semula 60 hari jadi 30 hari. Ia berharap DPR menyetujui lebih cepat. Dengan begitu, proses persiapan haji, mulai pengadaan akomodasi, katering hingga transportasi lebih cepat.

"Sehingga nanti kita bisa memperbaiki layanan di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina)," kata Faisal. 

Faisal mengaku pihaknya sudah melakukan penilaian dan evaluasi penyedia jasa akomodasi. Ini akan menjadi dasar untuk penyelenggaraan haji 2024. "Hasil penilaian di lapangan, sudah bisa tetapkan sejumlah hotel yang bagus dan layak dilanjutkan kerja samanya." 

Ekosistem perhajian

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menilai langkah Arab Saudi itu layak disambut. Penetapan kuota lebih awal memberikan waktu persiapan penyelenggaraan haji lebih lama. Diharapkan, penyelenggaran ibadah haji bisa lebih baik lagi.

Kepala BPKH Fadlul Imansyah menyatakan, dari sisi pengelolaan keuangan haji ini kesempatan untuk mempersiapkan layanan lebih cepat. Dengan begitu, Pemerintah Indonesia diharapkan bisa mendapatkan harga terbaik. 

Pemesanan seluruh fasilitas pelayanan haji dapat dilakukan lebih dini. "Diharapkan akan memberikan banyak ruang penentuan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji atau BPIH. Pada gilirannya akan ada banyak waktu persiapan penyelenggaraan haji, termasuk perkiraan biaya akomodasi, transportasi, dan katering," kata Fadlul di Madinah, Rabu (5/7).

"Ini memberi harapan jemaah haji Indonesia akan mendapatkan fasilitas terbaik mengingat ketersediaan dana kelolaan haji yang cukup mumpuni secara jumlah dan nilai," kata Fadlul, dikutip dari laman Kemenag.

Menurut Fadlul, penetapan kuota di awal juga dapat dilihat sebagai kesempatan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan kontrak sewa fasilitas penyelenggaraan haji melalui pembayaran uang muka. Langkah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran awal sebelum melakukan kontrak sewa jangka menengah atau jangka panjang.

"Ini juga dapat menjaga stabilitas harga atas pembiayaan jemaah haji Indonesia sehingga terhindar dari fluktuasi harga akibat perubahan kurs atau tingkat inflasi," ujar Fadlul.

Menurut Fadlul, ke depan partisipasi BPKH sebagai pengelola keuangan haji dalam ekosistem perhajian merupakan sebuah keniscayaan. Sinergi BPKH, Kemenag, dan para pihak terkait akan meningkatkan daya tawar Indonesia sebagai bangsa dengan jemaah haji terbesar di dunia untuk mendapatkan fasilitas terbaik.

"Hasil negosiasi Pemerintah Indonesia selama ini menjadi barometer negara lain. Peran Indonesia sangat besar dalam menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan haji seluruh umat muslim dunia," tandas Fadlul.

Berita Lainnya
×
tekid