sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Markus Nari didakwa rintangi dua proses penyidikan

Markus Nari merintangi penyidikan Miryam S. Haryani dan mantan pejabat Kemendagri Sugiharto.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 14 Agst 2019 17:06 WIB
Markus Nari didakwa rintangi dua proses penyidikan

Eks Anggota Komisi II DPR RI fraksi Golkar Markus Nari didakwa dengan sengaja telah merintangi proses penyidikan pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elekteonik (KTP-El) terhadap seorang anggota legislator Miriam S Haryani dan mantan pejabat Kemendagri Sugiharto.

Miriam merupakan tersangka baru dalam dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Sedangkan Sugiharto sudah divonis bersalah dan dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan dan pidana tambahan uang pengganti USD 450 ribu dan Rp460 juta.

"Perbuatan terdakwa dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi yaitu terdakwa telah sengaja mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi Miryam S Haryani dan terdakwa Sugiharto," kata JPU KPK Ahmad Burhanuddin, saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).

Terkait merintangi penyidikan Miryam, Ahmad menjelaskan, kasus itu bermula saat tim penuntut umum KPK melimpahkan berkas perkara Sugiharto dan eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman ke Pengadilan Tipikor. Saat itu, sidang ditetapkan pada 9 Maret 2017.

Merasa khawatir, Markus meminta Anton Tofik yang merupakan pengacara muda datang ke ruang kerjanya di Kompleks DPR RI pada 7 Maret 2017. Saat itu, Markus meminta Anton untuk memantau persidangan dan perkembangan kasus KTP-El.

Disebutkan Ahmad, Anton menyanggupi permintaan Markus. Kemudian Anto meminta biaya operasional kepada eks politisi Partai Golkar itu. Menanggapi hal itu, Markus memberikan uang sebesar 10.000 Dolar Singapura kepada Anton yang diambil melalui Gugun selaku sopir Markus.

"Pada tanggal 8 Maret 2017 bertempat di dekat Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Anton Tofik menerima uang sebesar SGD10.000 dari terdakwa melalui Muhamad Gunadi alias Gugun," ucap Ahmad.

Pada saat proses persidangan, kata Ahmad, Anton melapor kepada Markus melalui telepon bahwa nama Markus turut terseret sebagai penerima aliran dana mega proyek KTP-El sebesar US$400.000. Menanggapi hal tersebut, Markus meminta Anton untuk datang kerumahnya pada 12 Maret 2017.

Sponsored

Saat itu, Markus meminta Anton untuk menyalin Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya dan Miriam S Hariyani. Menindak lanjuti keinginan Markus, Anton menemui Panitera Pengganti pada PN Jakarta Pusat Suswanti.

Dikatakan Ahmad, Suswanti memberikan fotokopi BAP keduanya serta surat dakwaan Irman dan Sugiharto kepada Anton. Atas dasar itu, Anton memberikan uang kepada Suswanti sebesar Rp2 juta.

Selanjutnya, Anton menyerahkan berkas yang diminta Markus pada 15 Maret 2017. Saat itu, Markus tidak menyangka namanya benar terseret dalam pusaran praktik rasuah yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. 

Atas dasar itu, Markus meminta Anton untuk menyerahkan berkas tersebut ke Elza Syarief selaku pengacara Miriam S Haryani. Kemudian, Markus memberikan uang kembali kepada Anton sebesar 10.000 Dolar Singapura.

Kemudian, Anton menemui Markus kembali pada 17 Maret 2017. Saat itu, Anton menyampaikan kepada Markus bahwa 'bahaya bisa masuk'. Maksud ucapan itu diartikan Markus berpeluang besar menjadi tersangka. 

Markus kemudian menandai namanya sendiri menggunakan stabilo dalam BAP Miryam, dan menuliskan kata 'dicabut'. Kemudian, Anton diminta untuk membawa BAP itu ke Elza Syarief.

Tak hanya menyuruh Anton, Markus juga disebut telah melangsungkan pertemuan dengan Miryam pada 17 Maret 2017. Kala itu, Markus meminta Miryam untuk mencabut keterangan yang menyebut nama Markus dalam BAP. Sebagai kompensasi, Markus menjamin kehidupan keluarga Miryam.

Pada 23 Maret 2017, Miryam bersaksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Kemudian, dia mencabut keterangan BAP-nya mengenai aliran dana proyek KTP-El yang menyebut penerimaan Markus Nari sebesar 400.000 Dolar Singapura.

"Pencabutan keterangan pada BAP tersebut mempersulit penuntut umum membuktikan unsur memperkaya atau menguntungkan orang lain diantaranya terdakwa (Markus)," ucap Ahmad.

Sedangkan merintangi kasus Sugiharto, Ahmad mengatakan, kasus itu bermula saat Markus menemui Robinson yang merupakan pengacara Amran Hi Mustary dalam perkara tindak pidana korupsi dana aspirasi Anggota Komisi V DPR-RI untuk Pembangunan Jalan di Wilayah Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pada 10 Maret 2017.

Dalam pertemuan itu, Markus meminta Robinson untuk menyampaikan pesan kepada Sugiharto melalui Amran Hi Mustary yang merupakan rekan sekamar Sugiharto di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur Jakarta Selatan. Saat itu, Markus meminta agar di persidangan Sugiharto tidak menyebut namanya sebagai penerima aliran dana proyek KTP-El.

Atas permintaan tersebut, Robinson menyanggupinya. Namun, Sugiharto menolak permintaan Markus. Sugiharto mengaku ingin berterus terang kepada saat proses persidangan.

Akhirnya, Sugiharto memberikan keterangan sesuai dengan BAP-nya pada persidangan 12 Juli 2017. Markus disebut menerima uang dari Sugiharto sebesar 400.000 Dolar Singapura di gedung kosong yang letaknya di samping TVRI Senayan.

Atas perbuatannya, Markus dinilai melanggar Pasal 21 atau Pasal 22 Juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita Lainnya
×
tekid