sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Melaut di Natuna, nelayan terkendala biaya

Dana operasional, terutama dibutuhkan untuk membeli bahan bakar minyak atau BBM.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 06 Jan 2020 13:44 WIB
Melaut di Natuna, nelayan terkendala biaya

120 nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menegaskan kesiapannya untuk melaut di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Selain untuk mencari ikan, nelayan juga berkomitmen untuk menjaga kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Intinya kami dari nelayan siap bahwasannya Natuna adalah bagian dari NKRI dan kami siap mengisi, kami siap berlayar di laut Natuna," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Tegal, Riswanto di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Senin (6/1).

Kendati siap, Riswanto mengaku masih menunggu fasilitas dari pemerintah yang kini sedang dalam proses pendataan.  Adapun fasilitas yang dibutuhkan nelayan di antaranya dana operasional lantaran mereka memerlukan biaya besar untuk sampai ke perairan Natuna.

Dana operasional, terutama dibutuhkan untuk membeli bahan bakar minyak atau BBM. Terlebih subsidi BBM dibatasi hanya untuk kapal 30 GT ke bawah. Sementara nelayan dengan kapal di atas 30 GT, harus rela menambah biaya operasional dengan menebus BBM seharga industri.

"Dua (sampai) tiga bulan (dari Jawa ke Natuna) itu hampir Rp500 juta, kapasitas (kapal) 100 GT (gross ton) ke atas," sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, memastikan pemerintah akan mendukung para nelayan yang akan melaut di perairan Natuna. Dukungan itu, kata dia, bisa berupa pengurusan perizinan atau fasilitas lain yang bisa dipenuhi oleh pemerintah.

"Saudara (nelayan) akan dilindungi oleh negara. Tidak akan ada tindakan-tindakan fisik yang mengancam saudara. Yang penting saudara nyaman di situ (perairan Natuna). Negara nanti yang akan mengawal kegiatan saudara di situ," tarang Mahfud.

Seperti diketahui, polemik di perairan Natuna memanas setelah kapal-kapal asal China kerap melintas dan menangkap ikan di wilayah tersebut. Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, pun menolak klaim sepihak yang dilakukan China.

Sponsored

“Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line. Klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok itu tidak memiliki alasan kuat yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) 1982," kata Retno. 

Berita Lainnya
×
tekid