MUI DIY minta warga hindari hewan terpapar PMK untuk kurban
Sesuai syariat Islam dalam berkurban masyarakat diwajibkan memilih hewan yang sehat, tidak cacat fisik serta cukup umur.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta masyarakat menghindari hewan ternak baik sapi, kambing atau kerbau yang terpapar atau bergejala penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk kurban.
"Hewan terpapar PMK itu berarti berpenyakit. Kalau ada hewan yang sehat, sebaiknya kita tidak menggunakan hewan sakit karena akan berdampak pada hal-hal yang mudharat," kata Ketua Komisi Fatwa MUI DIY KH Makhrus Munajat, dikutip dari laman Muhammadiyah, Senin (23/5).
Menurut Makhrus, sesuai syariat Islam dalam berkurban masyarakat diwajibkan memilih hewan yang sehat, tidak cacat fisik serta cukup umur.
"Bahkan yang (cacat) fisik kita tidak boleh. Misalnya tanduk hilang, hewan yang ekornya putus, telinganya hilang satu juga tidak boleh," kata dia.
Selama masih ada hewan yang sehat, dia meminta masyarakat tidak memilih hewan yang terpapar maupun bergejala PMK sebagai hewan kurban. Termasuk hewan yang terkena antraks atau cacing hati.
Seandainya masyarakat tidak mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih sebagai hewan kurban ternyata terpapar virus penyebab PMK, menurut Makhrus, tetap halal untuk dikonsumsi.
"Ketika disembelih dagingnya halal dimakan. Dagingnya sah dimakan," ujar dia sembari meminta masyarakat tidak panik menghadapi wabah PMK.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Veteriner Wates Hendra Wibawa menuturkan, masyarakat yang hendak berkurban dapat memilah hewan yang terpapar PMK dari sejumlah gejala klinis yang muncul. Seperti mulut melepuh dan lendir berlebih, demam, serta luka pada bagian kaki.
Hendra menyebut, PMK tidak tergolong zoonosis atau penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia. Apabila daging hewan yang terpapar terpaksa dikonsumsi oleh manusia, kata dia, tidak membahayakan.
Dia meminta masyarakat yang mengonsumsi hewan terpapar PMK untuk menghindari bagian kaki, kepala, dan jeroan atau organ dalam hewan. Karena bagian itu paling banyak terpapar virus penyebab PMK.
"Tidak membahayakan manusia. Risiko zoonosisnya diabaikan karena belum ada penyakit PMK pada manusia. Ini berbeda dengan penyakit mulutnya manusia," ujar Hendra sembari tertawa.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB