sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Muncul petisi dari pegawai, independensi KPK jadi sorotan

Syarat utama membangun lembaga antikorupsi ialah dengan menjaga independensi.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 04 Jul 2019 16:31 WIB
Muncul petisi dari pegawai, independensi KPK jadi sorotan

Transparency International Indonesia menyoroti sejumlah persoalan yang ada di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai melakukan penelitian. Salah satunya terkait independensi lembaga antirasuah yang kini menjadi sorotan. 

Peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola, mengatakan syarat utama membangun lembaga antikorupsi ialah dengan menjaga independensi. Dalam pengamatannya sejauh ini, pihaknya melihat banyak kepentingan yang berasal dari luar lembaga yang tujuannya menganggu stabilitas independensi KPK.

Selanjutnya, kata Alvin, tata kelola Sumber Daya Manusia yang hanya memperoleh nilai 67% turut mempengaruhi kinerja KPK. Menurutnya, ada permasalahan dalam dimensi SDM terkait  tata kelola pegawai internal baik rotasi maupun mutasi. Tata kelola inilah yang harus diperbaiki lebih lanjut oleh KPK ke depan.

“Kami melihat masih ada rotasi dan mutasi, banyaknya Pelaksana Tugas (Plt), serta petisi-petisi dari pegawai KPK turut mempengaruhi kinerja KPK,” kata Alvin.

Terkait dimensi SDM yang hanya memperoleh 67%, Alvin menambahkan, itu merupakan nilai terendah di antara dimensi yang lain. Untuk kategori tertinggi ada pada dimensi pencegahan, pendidikan, dan penjangkauan dengan angka 88%; Independensi dan status 83%; Deteksi, penyidikan, dan penuntutan 83%; Kerja sama, dan hubungan eksternal 83%; serta akuntabilitas dan integritas mendapat 76%.

"KPK perlu segera membenahi tata kelola organisasi dan menggunakan kewenangan operasional yang independen dengan fokus pada investasi SDM jangka panjang," kata Alvin. 

Alvin mengungkapkan, keenam dimensi penilaian itu terdiri atas 50 indikator yang terbagi atas 14 indikator bersifat internal, 16 indikator eksternal, dan 20 indikator terkait performa.

"Dilihat dari rentang 6 dimensi yang disebar ke 50 indikator melalui metodologi yang ketat, TI Indonesia menemukan faktor pendukung internal KPK menyumbang 85,71%, namun pengelolaan sumber daya manusia harus jadi prioritas pembenahan," ucap Alvin.

Sponsored

Sementara itu, Sekretaris Jenderal TI Indonesia, Dadang Trisasongko, menilai salah satu penyebab KPK tidak independen karena masih ada penyidik yang berasal dari institusi penegak hukum lain seperti kepolisian.

"Itu yang juga menjadi skor indepedensi enggak penuh. Karena bukan hanya soal konflik kepentingan tetapi juga ini agak rawan keberlanjutannya," kata Dadang.

Menurut Dadang, seharusnya KPK mempunyai perencanaan yang jelas ihwal penetapan penyidik dari instasi penegak hukum lain. Namun demikian, KPK tidak serta merta langsung memutus penyidik tersebut yang saat ini tengah bertugas.

"Harus punya perencanaan yang jelas, sampai tahun berapa, dia harus rekrut berapa. Itu berbarengan juga dengan pengurangan penyidik dari luar karena tidak mungkin diputus juga," ujar Dadang.

Seperti diketahui, sejumlah pegawai KPK membuat petisi kepada pimpinan pada 29 Maret 2019. Pembuat petisi, yang terdiri atas penyidik dan penyelidik, itu mengungkapkan pelbagai hal di bagian penindakan yang mereka anggap merintangi tugas pemberantasan korupsi, seperti pengembangan perkara lebih tinggi, kejahatan korporasi, dan tindak pencucian uang.

Dalam petisi tersebut, 114 penyidik dan penyelidik mengemukakan lima penyebab terhambatnya penanganan perkara korupsi di KPK. Adapun poin-poin yang tertulis dalam petisi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Hambatan penanganan perkara

Pegawai KPK mempersoalkan terhambatnya penanganan perkara di tingkat kedeputian penindakan. Penundaan tersebut dinilai tanpa alasan jelas dan terkesan mengulur waktu hingga berbulan-bulan sampai pokok perkara selesai. Penundaan itu dianggap berpotensi menghambat pengembangan perkara ke level pejabat lebih tinggi.

2. Tingkat kebocoran tinggi

Pegawai KPK menyatakan beberapa bulan belakangan penyelidikan kerap bocor hingga berujung kegagalan pada operasi tangkap tangan. Kebocoran itu berefek pada munculnya ketidakpercayaan di antara pegawai dan pimpinan serta membahayakan keselamatan personel di lapangan.

3. Perlakuan khusus kepada saksi

Sejumlah pegawai mengalami kesulitan memanggil saksi pada level jabatan tertentu. Selain itu, sejumlah saksi juga mendapatkan perlakuan istimewa.

4. Kesulitan penggeledahan dan pencekalan

Pegawai memprotes pengajuan rencana penggeledahan pada beberapa lokasi tidak diizinkan. Hal itu membuat penyidik kesulitan mengumpulkan barang bukti. Selain itu, pencegahan ke luar negeri kerap tidak disetujui tanpa alasan jelas.

5. Pembiaran dugaan pelanggaran berat

Beberapa dugaan pelanggaran berat oleh oknum di penindakan dinilai tidak ditindaklanjuti secara transparan di pihak Pengawas Internal. Dalam beberapa kasus, kode etik diterapkan dengan sangat ketat, tapi di kasus lain berjalan lamban dan penerapan sanksinya kerap menghilang.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid