sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pangkal rendahnya kualitas riset Indonesia versi Menristek

Menurut Bambang, seharusnya mayoritas pendanaan disokong swasta.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Senin, 24 Feb 2020 14:43 WIB
Pangkal rendahnya kualitas riset Indonesia versi Menristek

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro, menilai, orientasi penelitian di Indonesia baru sebatas penyerapan anggaran. Sehingga, kualitas hasilnya masih rendah.

Dirinya menduga, hal tersebut dipengaruhi sistem birokasi di Tanah Air. Padahal, keduanya takbisa "dikawinkan". Lantaran prinsipnya berbeda.

"Riset tidak bisa dikembangkan dengan jenjang struktural. Dengan rumitnya birokrasi seperti yang kita alami sekarang," ujarnya saat memberikan sambutan "Pembukaan Rapat Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)" di Jakarta, Senin (24/2).

Dia menambahkan, sumber pendanaan riset menjadi faktor penting dalam menentukan arah pembangunan nasional. Idealnya mayoritas anggaran berasal dari swasta.

Nahasnya, pengeluaran bruto untuk penelitian dan pembangunan (gross expenditure on research and development/GERD) Indonesia hanya 0,25% dari produk domestik bruto (gross domestic product/GDP).

Pun sebesar 80 persen di antaranya, dibiayai negara (APBN). Sisanya swasta. "Ini yang membuat riset tidak akan maju. Karena riset tidak didorong oleh suatu kebutuhan yang riil," katanya.

Bambang lalu membandingkannya dengan beberapa negara lain. Korea Selatan, Jepang, dan Thailand. Di sana, porsi pendanaan riset dari pemerintah lebih kecil dibandingkan swasta.

"Swasta yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di market. Bukan pemerintah. Kalau pemerintah yang sibuk riset, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran. Yang tidak berujung pangkal. Yang tidak jelas apa fokus risetnya," tuturnya.

Sponsored

Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu melanjutkan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) juga menjadi faktor penentu. Sayangnya, kualitas peneliti berpendidikan S-3 belum setara dengan negara-negara maju. "Baik dari segi jumlahnya, dari segi kualitasnya," tutup Bambang. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid