sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pelarangan obat sirop menyiksa pasien cerebral palsy, Koalisi dorong pemerintah legalisasi ganja medis

Dari daftar obat berbahaya yang dirilis Kemenkes, beberapa di antaranya digunakan untuk mengatasi kejang pada penderita cerebral palsy.

Gempita Surya
Gempita Surya Rabu, 26 Okt 2022 20:46 WIB
Pelarangan obat sirop menyiksa pasien <i>cerebral palsy</i>, Koalisi dorong pemerintah legalisasi ganja medis

Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan menyoroti langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menarik peredaran obat sirop yang dianggap berbahaya menyusul maraknya kasus gagal ginjal akut. Pangkalnya, ada beberapa obat umum yang biasa digunakan untuk mengatasi kejang pada anak penderita lumpuk otak (cerebral palsy), seperti asam valproat sirop, apialys syr, dan depakene.

Koalisi mengungkapkan, obat-obatan tersebut selama ini rutin digunakan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Muharyanti untuk pengobatan anak-anaknya yang menderita cerebral palsy. Sebelum dinyatakan berbahaya, ketiganya memiliki kekhawatiran efek samping pemakaian rutin obat-obat ini dalam jangka panjang.

"Karena itulah, beberapa waktu yang lalu, mereka mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Narkotika di Mahkamah Konsitusi (MK) agar ganja bisa dikeluarkan dari golongan I sehingga dapat mereka manfaatkan sebagai alternatif pengobatan yang lebih aman untuk anak-anak mereka," tulis Koalisi dalam keterangan resminya, Rabu (26/10).

Dalam pengujian UU Narkotika Nomor Perkara 106/PUU-XVIII/2020, ahli dari pemerintah, Aris Catur Bintoro, saat itu mengatakan, penggunaan ganja sebagai salah satu obat antiepilepsi di Indonesia tidak diperlukan untuk saat ini. Kilahnya, tak didukung penelitian.

Pemerintah juga berdalih, masih ada obat alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi kejang bagi pasien cerebral palsy. Nahas, obat-obatan yang diklaim sebagai alternatif justru kini masuk ke dalam daftar obat berbahaya dan dilarang untuk dikonsumsi hingga ditarik peredarannya sehingga mengakibatkan kondisi darurat atas kebutuhan obat, khususnya obat aman bagi penderita cerebral palsy.

"Di sisi lain, kondisi ini menjadi salah satu bukti bahwa kebutuhan terhadap ganja medis semakin genting dan pemerintah harus segera mengatur untuk memenuhi kebutuhan atas pengobatan ganja medis oleh pasien cerebral palsy," ujar Koalisi.

Lebih lanjut, Koalisi menyampaikan, MK dalam putusannya Nomor 106/PUU-XVIII/2020 tanggal 20 Juli 2022 memandatkan pemerintah agar segera melakukan penelitian dan kajian ilmiah atas penggunaan ganja di Indonesia. Namun, tidak ada perkembangannya hingga kini.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas BNN, Kombes Ricky Yanuarfi, sempat menyatakan, tidak ada celah bagi pihak mana pun untuk melakukan langkah legalisasi ganja medis. Koalisi mengkritik pernyataan itu karena ironis sekaligus menyesatkan putusan MK tentang uji materi UU Narkotika, terutama mengeluarkan ganja dari golongan I.

Sponsored

"Melihat situasi kedaruratan, khususnya bagi pasien dengan cerebral palsy, pemerintah Indonesia seharusnya bisa tidak perlu menunggu proses riset yang panjang dan dapat menggunakan hasil riset ganja untuk medis yang sudah banyak dilakukan di beberapa negara sebagai acuan," papar Koalisi.

Menurut Koalisi, acuan hasil riset yang sudah banyak dilakukan di beberapa negara dapat menjadi acuan dalam menyusun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sesegera mungkin. Dengan demikian, golongan ganja dapat diturunkan dan diatur penggunaannya untuk kepentingan kesehatan.

"Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah, khususnya Presiden Republik Indonesia, karena ini merupakan soal hidup dan mati," pungkas Koalisi.

Berita Lainnya
×
tekid