sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah diminta jalankan putusan MA soal iuran BPJS

Pemerintah diharapkan dapat menjalankan putusan ini agar beban masyarakat menjadi lebih ringan.

Fadli Mubarok Akbar Ridwan
Fadli Mubarok | Akbar Ridwan Senin, 09 Mar 2020 20:14 WIB
Pemerintah diminta jalankan putusan MA soal iuran BPJS

Pemerintah diminta menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) ihwal uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Putusan perkara yang teregistrasi dengan nomor 7 P/HUM/2020 itu membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100% yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Sekretaris Jenderal Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia atau KPCDI Petrus Heriyanto, putusan MA tersebut merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang seringkali mengalahkan rakyat kecil.

“Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS K sebesar 100% akan senang menyambut keputusan MA ini. KPCDI berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar masyarakat umum bisa segera teringankan beban pengeluaran bulanannya,” ujar Petrus saat dikonfirmasi reporter Alinea.id dari Jakarta, Senin (9/3).

Menurutnya, kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan yang mengelabui rakyat. Dia berharap pemerintah pun tak kembali mengeluarkan kebijakan serupa.

Petrus menekankan, KPCDI yang merupakan perkumpulan dengan mayoritas anggota penyintas gagal ginjal atau pasien cuci darah, akan terus mengawal keputusan MA tersebut.

“Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” jelas dia.

Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh. Pihaknya mengapresiasi MA yang memutuskan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dinilai membebani masyarakat.

"Kita, Komisi IX sudah berjuang luar biasa untuk ketidaknaikan iuran BPJS Kesehatan, terutama kelas III. Alhamdulillah MA membatalkan kenaikan iuran BPJS ini," kata Nihayatul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/3).

Sponsored

Politikus PKB itu berharap, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk melaksanaan putusan MA tersebut.

Nihayatul menilai, pemerintah dan DPR perlu melakukan penataan ulang agar beban finansial yang ditanggung BPJS segera teratasi tanpa harus menaikkan iuran peserta.

Senada anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay juga meminta pemerintah untuk segera melaksanakan keputusan MA itu. Pasalnya, kata dia, amanat MA merupakan salah satu pilar demokrasi.

"Keputusan ini sebetulnya sudah sesuai dengan apa yang diperjuangkan kawan-kawan di legislatif terutama Komisi IX. Kita berharap keputusan ini harus segera dilaksanakan oleh pemerintah," ujar Saleh.

Politikus PAN ini pun mengingatkan agar pemerintah tetap memberikan pelayanan standar kepada peserta BPJS, meskipun kenaikan tidak jadi diberlakukan.

Saleh berharap, pemerintah bersama DPR dan pihak terkait akan mendapatkan solusi terbaik untuk mengatasi defisit dan kekurangan pembiayaan yang dialami BPJS kesehatan.

"Sembari dengan itu, tentu kita juga barangkali perlu lakukan evaluasi terhadap peraturan perundangan terkait sistem jaminan sosial kita," katanya.

Lebih jauh, Saleh juga mendesak pemerintah agar tidak mencari rumus lain untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dia berharap MA segera memberikan salinan keputusan tersebut terhadap pemerintah. Hal itu agar pemerintah tak lagi berkelit untuk tetap mengutip iuran BPJS sebelum ada putusan MA. 

"Sebab nanti kan bisa ada alasan belum terima keputusan. Untuk menghindari itu, segera diberikan salinannya," kata dia.

Terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak akan melawan putusan MA. Menurutnya, sifat putusan judicial review bersifat final dan mengikat.

"Kalau judicial review sudah diputus itu final dan mengikat. Oleh sebab itu ya kita ikuti saja. Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujar Mahfud.

Perkara ini bermula saat KPCDI mendaftarkan hak uji materiil Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada 5 Desember 2019. Mereka menolak kenaikan tersebut karena memberatkan anggota KPCDI yang hidupnya bergantung pada cuci darah yang selama ini dibiayai melalui BPJS. 

Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan besaran kenaikan iuran bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (PBPU).

Iuran untuk pelayanan di ruang perawatan kelas III ditetapkan senilai Rp42.000, Rp110.000 untuk kelas II, dan Rp 160.000 untuk kelas I. Pada Pasal 2, disebutkan ketentuan tersebut berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

Adapun nilai iuran BPJS sebelumnya yang tercantum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan adalah senilai Rp25.500 untuk perawatan kelas III, Rp51.000 untuk kelas II, dan Rp80.000 untuk kelas I.

Berita Lainnya
×
tekid