sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengacara minta Nurhadi segera hadapi proses hukum

Maqdir mengaku belum melakukan komunikasi dengan Nurhadi.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 17 Mar 2020 14:29 WIB
Pengacara minta Nurhadi segera hadapi proses hukum

Kuasa hukum eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Maqdir Ismail meminta kliennya untuk dapat menghadapi proses hukum yang sedang bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Permintaan itu disampaikan Maqdir pascaditolaknya gugatan praperadilan oleh hakim tunggal Pegadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (16/3).

"Sebagai orang yang percaya pada proses hukum, kami akan minta Pak Nurhadi segera menghadapi proses hukum ini," kata Maqdir, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (17/3).

Menurutnya, bila Nurhadi mengikuti proses hukum di KPK, maka akan dapat membuktikan dalil yang diungkapkan dalam permohonan praperadilan. 

Hanya saja, Maqdir mengaku belum melakukan komunikasi lebih lanjut dengan kliennya terhadap hal tersebut. "Saya belum ada komunkasi dengan Pak Nurhadi," ujar dia.

Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hariyadi telah menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi serta menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.

Ketiganya, merupakan tersangka dugaan penerimaan gratigikasi dan suap terkait penanganan perkara di MA sejak 2011 hingga 2016. Hariyadi menilai, status tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap ketiganya itu telah sah menurut hukum. 

Dalam pertimbangannya, hakim menganggap seluruh dalil permohonan yang diajukan Nurhadi telah diputus secara sah dan memiliki kekuatan hukum tetap saat gugatan praperadilan pertama pada Januari lalu.

Sponsored

Diketahui, Nurhadi cs dalam praperadilan kedua yakni mempermasalahkan penetapan tersangka yang dianggap tidak sah lantaran Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak sampai kepada para tersangka di awal penyidikan. Akan tetapi, hakim menganggap, perkara tersebut tak bisa diadili untuk kedua kalinya alias nebis in idem.

KPK telah dalam kasus ini telah menetapkan tiga tersangka yakni Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Ketiganya telah ditetapkan ke dalam daftar DPO oleh KPK pada Kamis (13/2). Langkah itu diambil lantaran ketiganya kerap mangkir dari panggilan pemeriksaan.

Bersama Resky, Nurhadi diduga kuat telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa 9 lembar cek dengan total Rp46 miliar dari Hiendra.

Nurhadi, diduga telah menerima uang dari berbagai sumber termasuk Hiendra. Pertama, berasal dari penanganan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.

Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.

Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.

Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar penggelembungan pengiriman uang tidak mencurigakan, karena nilai transaksi terbilang besar.

Sedangkan dalam penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Resky, guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016. 

Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid