sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Piala Dunia 2022: Berharap kejutan Tim Ginseng

Suporter berharap kejutan Korsel di Qatar tergantung Coach Bento menemukan solusi atas lemahnya area sempit di jantung pertahanan.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Sabtu, 01 Okt 2022 18:43 WIB
Piala Dunia 2022: Berharap kejutan Tim Ginseng

Setelah terpuruk di Rusia 2018, Korea Selatan pasti menatap Qatar 2022 penuh dendam membara. Piala Dunia edisi November mendatang pantas jadi pentas kembalinya raksasa Asia ke tengah kancah supremasi sepakbola.

Tapi, ini bukan Piala Dunia 2002: pegelaran akbar yang diselimuti skandal keberpihakan wasit kepada mereka selaku tuan rumah kejuaraan. Sejarah melangkah ke semifinal saat itu akan payah diulangi Korsel kembali.

Di Grup H nanti, saingan mereka Portugal, Uruguay, dan Ghana. Nuansa grup ini sama dengan Grup A, yang berisi tuan rumah Qatar wakil AFC, Belanda UEFA, Ekuador CONMEBOL, dan Senegal CAF. Empat konfederasi lengkap terwakili: Asia, Eropa, Amerika Latin, dan Afrika. Hanya minus CONCACAF Amerika Tengah Utara. OFC hilang sama sekali di Piala Dunia kali ini.

Uruguay lebih superior dari rekor bertemu Korsel. Sementara kekuatan Portugal dan Ghana di atas kertas lumayan berimbang dengan Taegeuk Warriors.

Pada level Piala Dunia, hanya Ghana yang belum pernah dihadapi Korsel. Sementara Portugal versus Korsel digelar 14 Juni 2002 di Munhak Stadium, Incheon, berakhir 1-0 lewat gol semata wayang Park Ji-sung menit 70 dalam laga Grup D.

Lalu berganti Uruguay menghentikan laju Korsel dalam 16 Besar Piala Dunia 2010 secara dramatis. Skor akhir 2-1 disaksikan 30.597 penonton di Nelson Mandela Bay Stadium, Port Elizabeth, Afrika Selatan.

Di laga itu, gol cepat menit 8 tercipta berkat kecerdikan Diego Forlan. Mengiris sayap kiri, melepas umpan silang membelah garis pertahanan terdalam Korsel. Luis Suarez muncul di balik punggung barisan bek, titik paling ujung dari umpan itu. Pergerakan sang striker hampir sejajar garis gawang. Bola dari kaki kanannya kemudian menyilang pelan menggetarkan jala gawang yang kosong.

Sundulan Lee Chung-yong sempat menyeimbangkan di menit 68. Namun, Suarez menunjukkan tajinya sepuluh menit jelang bubaran. Memanfaatkan kemelut kecil habis sepak pojok, Si Gigi Kelinci mundur ke tiang jauh, menipu dua lapis bek untuk mengoyak kedudukan.

Sponsored

Cukup dua kali pengalaman berharga dari Uruguay dan Portugal dalam kurun waktu 12 dan 20 tahun. Maju ke 16 Besar 2010 dan semifinalis 2002, ukiran tinta emas Korsel. Prestasi paling progresif yang pernah mereka ukir sepanjang sejarah.

Portugal hanya sekali itu saja pernah berhadapan. Uruguay lebih jumawa karena catatan bertanding enam menang, satu seri, dan satu kalah. Tapi, sekali kemenangan Korsel justru terjadi pada persahabatan terakhir 2018 di Seoul. Skornya pun identik 2-1 demi membalas kekalahan 2010.

Ghana kontra Korsel rekornya 4-1-4 sejauh ini. Empat kemenangan diraih masing-masing kesebelasan. Sekali mereka berbagi angka. Empat pertandingan di turnamen tidak resmi FIFA dan sisanya laga uji coba.

Tiga kali di Kuala Lumpur (dua Merdeka Games dan sekali laga persahabatan) dan partai ganda mereka memperebutkan trofi di Negeri Ginseng. Korsel terhitung gemar mengajak Ghana uji kekuatan sampai lima kali sejak 1993.

Setelah gagal di final Piala EAFF 2022 dari Jepang pada 27 Juli di Tokyo, Korsel hanya menjalankan dua agenda uji coba September. Alhasil, seri 2-2 kontra Kosta Rika dan menang tipis 1-0 atas Kamerun.

Mereka menjalani jeda sebulan tanpa pertandingan. Untuk bersiap menantang lagi Uruguay dalam partai pembuka Grup H, 24 November mendatang. Bayangan kekalahan 2010 seakan menari di depan mata pelatihnya asal Portugal, Paulo Bento.

Andalan Korsel masih bintang Tottenham Hotspur, striker Son Heung-min. Ia ditunjang sayap bertenaga banteng, Hwang Hee-chan, dari Wolverhampton Wanderers. Pelapis mereka, Hwang Ui-jo asal klub Olympiacos.

Secara kualitas, trio ini pilihan utama di skuad Bento. Variasinya biasa diformulasikan dalam dua pola. Pertama, Heung-min bisa beraksi sebagai striker tunggal dikawal Hee-chan dari sisi kanan. Kedua, Ui-jo jadi ujung tombak dalam skema trisula dengan Hee-chan tetap di sisi kanan dan Heung-min bermain sedikit melebar ke sayap kiri.

Variasi pertama mereka tunjukkan dalam patron 4-4-1-1 saat menghadapi Kamerun. Hasilnya pun positif beroleh tiga angka. Tapi, Ui-jo terpaksa dicadangkan, hanya sempat tampil di 8 menit akhir. Sedangkan variasi kedua, memakai 4-3-3, ketiga penyerang kebagian posisi. Saat itu Ui-jo juga tidak main penuh. Hasilnya hanya capaian satu angka.

Sejak muncul di blantika dunia, Korsel menganut pakem cepat dan bertenaga (speed and power). Mengorbankan barisan gelandang hanya menjadi 'kelas pekerja' menurut fungsinya di sebuah kesebelasan. Begitu struktur organisasi permainan mereka.

Di lini sentral, Jeong Woo-Yeong paling menonjol. Gelandang serang oportunis SC Freiburg yang pintar menempatkan posisi. Sementara netralisir ritme transisi, Hwang In-beom, baik ketika menyerang atau diserang, tercatat padu dengan Ui-jo karena mereka seklub di Yunani.

Kenyamanan Ui-jo di depan tergantung In-beom di tengah, poros alternatif ini termasuk rencana kontingensi. Apalagi bila Heung-min dan Hee-chan sedang mati sela di tengah lapangan.

Sedangkan bek tengah Kim Min-jae sulit tergantikan. Spesialnya dia ditempa Napoli semusim terakhir, mengadaptasi kerasnya gerendel Serie A. Ia piawai membaca permainan, lihai memotong umpan sebelum masuk zona berbahaya dikuasai penyerang lawan. Refleksnya di atas rerata. Caranya menjaga orang per orang juga sangat disiplin.

Min-jae berupa kartu As jantung pertahanan. Duetnya terdiri dua pilihan, Kim Young-gwon atau Kwon Kyung-won. Tapi, dua-duanya telah termakan usia. Jika salah satu dari mereka dimainkan di posisi mana pun, di situlah titik bidik serangan lawan.

Young-gwon atau Kyung-won jadi celah rawan bahaya Korsel kecolongan gol. Pantauan kinerja mereka sejauh ini terlalu baku, sering terpaku posisi sebagai empat sejajar. Saat gelandang lambat turun membantu pertahanan, keduanya enggan mengambil inisiatif untuk mengisi ruang kosong di garis kedua.

Brasil menggelontor Korsel lima jebolan di laga hari FIFA, awal Juni lalu. Penta gol itu tercipta semuanya berawal dari kecanggungan bek tengah melepaskan diri dari kebiasaan bermain sesuai buku teori. Barisan belakang Korsel yang inferior terasa cepat sekali tertekan. Ketika diserang lebih suka semakin mundur daripada maju mempersempit daerah serangan lawan.  

Selain itu dua cadangan pelapis bek tengah, Jeong Seung-Hyeon dan Park Ji-soo, walaupun lebih muda, kurang berkualitas. Suporter berharap kejutan Korsel di Qatar tergantung Coach Bento menemukan solusi atas lemahnya area sempit di jantung pertahanan.

Berita Lainnya
×
tekid