sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polusi udara tingkatkan kematian Covid-19

Penelitian KLHK 2020 menyebutkan, 57,8% dari 9.607.787 penduduk Jakarta terpapar penyakit akibat polusi udara.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 30 Apr 2020 18:09 WIB
Polusi udara tingkatkan kematian Covid-19

Studi mutakhir Universitas Harvard menyebutkan, orang-orang yang sejak lama terpapar polusi rentan terpapar coronavirus baru (Covid-19). Polusi udara pun meningkatkan angka kematian hingga 15%.

Penelitian itu menyatakan, 1 mikrogram per meter kubik dalam skala partikel berukuran 2,5 mikron (PM) berdampak terhadap peningkatan risiko kematian pasien positif Covid-19 sebesar 15%. Dus, risiko kematian mencapai 4,5 kali lipat pada wilayah berpolusi udara 1 μg/m3 PM2,5 dibandingkan berpolusi rendah.

"Artinya, Covid-19 sangat mampu memperparah dampak kesehatan akibat perubahan iklim," ucap Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Budi Haryanto, dalam diskusi virtual, Kamis (30/4).

Pencemaran udara dapat menyebabkan penyakit akut, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, gangguan fungsi paru, iritasi saluran pernapasan, penyakit jantung, hipertensi, diabetes, gangguan ginjal, hingga paru obstruktif kronis. Ketika pasien positif Covid-19 memiliki penyakit bawaan akibat pencemaran udara itu, maka sistem imunitas tubuhnya terbagi.

"Ibarat sistem imunitas tubuh membentuk 100 pasukan, maka separuhnya akan dialihkan untuk melawan penyakit akibat pencemaran udara tersebut. Tidak 100% dikerahkan untuk melawan Covid-19," paparnya.

Dirinya juga khawatir terkait harapan hidup pasien Covid-19 berkomorbiditas ikut menginfeksi paru-paru via saluran pernapasan tersebut. Pasalnya, penelitian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2020 menyebutkan, sebanyak 57,8% dari 9.607.787 penduduk Jakarta terpapar penyakit imbas polusi udara.

"Penyakit kronis akibat polusi udara dapat memicu komorbiditas keparahan penderita Covid-19. Tingkat fatalitas kasus (case fatality rate/CFR) di Indonesia 8%, sedangkan untuk global adalah 3%," tutur Budi.

Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah, menambahkan, lambannya pemerintah dalam pengendalian pencemaran udara memperparah risiko kematian akibat Covid-19. Karenanya, negara diminta memperbaiki kualitas udara.

Sponsored

Langkah yang dilakukan, menurut dia, bisa diawali dengan memublikasikan informasi tentang kualitas udara secara lengkap. Dari ambien, emisi, meteorologis, hingga geografis.

"Publikasi informasi tentang kualitas udara tidak saja penting untuk menyampaikan dampak atau risiko kepada masyarakat, tapi juga untuk memastikan akuntabilitas pemerintah dalam pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran udara," urainya.

Berita Lainnya
×
tekid