Singgung kriminalisasi ulama, MUI ingatkan Jokowi jangan salah pilih Kapolri
Waketum MUI sebut hubungan pemerintah dengan umat Islam agak terganggu.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunjuk figur Kapolri yang bisa diterima masyarakat luas, bukan hanya atas pertimbangan kedekatan, loyalitas, dan profesionalitas, tetapi juga harus dapat terima umat Islam.
“Apalagi akhir-akhir ini, seperti yang kita ketahui hubungan antara pemerintah dan umat Islam agak terganggu karena ada sebagian umat Islam yang melihat bahwa di negeri ini sekarang telah terjadi kriminalisasi terhadap ulama,” ujar Anwar dalam keterangan tertulis, Selasa (12/1).
Meski pemerintah membantah adanya kriminalisasi terhadap ulama, jelas dia, pandangan demikian tidak boleh dianggap enteng lantaran bisa menjadi api dalam sekam.
Pasalnya, jelas Abbas, jika mayoritas umat Islam merasa tersakiti dan dikecewakan yang diperparah krisis kesehatan-ekonomi akibat pandemi Covid-19, dikhawatirkan terjadi hal-hal tidak diinginkan.
"Sebagai anak bangsa saya khawatir penunjukan Kapolri baru bila salah pilih akan melahirkan reaksi yang tidak baik bagi perkembangan kehidupan bangsa ke depannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD menyebut nama-nama calon Kapolri yang beredar di media masih ‘tebak-tebakan buah nangka’ alias spekulasi. Pasalnya, hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum mengirim nama-nama calon Kapolri ke DPR RI.
“Belum ada yang tahu siapa calon Kapolri kita sebab Presiden masih terus mempertimbangkan secara seksama siapa yang paling tepat untuk jabatan tersebut,” tulis Mahfud via akun Twitter @mohmahfudmd, Selasa (12/1).
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, cara khas yang biasanya dilakukan Presiden Joko Widodo dalam memilih pejabat adalah meminta dibuatkan lima draf surat pengusulan berisi nama-nama calon yang berbeda.
“Pada saat yang tepat beliau tandatangani salah satu sedang draf surat yang tidak ditandatangani dimusnahkan. Jadi, tak ada yang tahu kecuali setelah diumumkan secara resmi,” tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.