sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Yang terjadi usai Anies-Sandi rombak pejabat DKI

Perombakan jabatan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno berbuntut panjang.

Akbar Persada
Akbar Persada Senin, 16 Jul 2018 21:27 WIB
Yang terjadi usai Anies-Sandi rombak pejabat DKI

Perombakan jabatan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno berbuntut panjang. Akibat perombakan itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI diduga telah menabrak Undang-undang dan peraturan pemerintah (PP) tentang pegawai negeri.

"Dalam PP Nomor 53, pemberhentian seorang pajabat mengacu pada hukuman berat. Artinya, harus ada proses panjang sebelum memotong (mencopot) seorang pejabat setingkat eselon II," ujar Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta kepada Alinea, Senin (16/7).

PP yang dimaksud adalah PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pasal 24 ayat (1) dalam peraturan itu menyebutkan, sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin, setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. Ayat selanjutnya menjelaskan, pemeriksaan harus dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

"Ketika pencopotan yang dilakukan tak didasari alasan yang jelas ini maka jadi pertanyaan besar," terangnya.

Sejak medio Juni lalu, setidaknya Anies telah memberhentikan 16 pejabat eselon II di lingkungan Pemprov DKI. Mereka divantaranya, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya, Kepala Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman. 

Pada Kamis (5/7), Anies melangsungkan pelantikan 20 pejabat untuk mengisi kekosongan sejumlah kursi jabatan tersebut, termasuk melantik lima Wali Kota dan satu Bupati Kepulauan Seribu.

Dalam sejumlah kesempatan, Asisten Komisioner Komisi Aparatur Sipil (KASN) Sumardi telah menengarai adanya kemungkinan pelanggaran aturan yang dilaksanakan, dalam mekanisme perombakan tersebut.

Sponsored

Menurutnya, gubernur dan wakil gubernur seharusnya memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada pejabat eselon II yang kinerjanya dianggap menurun. Mekanisme itu, disebutkannya termaktub dalam Pasal 118 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasal itu menyebutkan, pejabat pimpinan tinggi sekelas eselon I dan II yang tidak memenuhi kinerja yang diperjanjikan dalam satu tahun diberi kesempatan selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya.

"Harus ada kesempatan untuk memperbaiki kinerja. enggak bisa langsung main potong," ungkap Sumardi.

Ia menambahkan, perekrutan pejabat eselon II yang dilakukan melalui seleksi terbuka juga diduga melanggar aturan. Sebab, sejauh ini Pemprov DKI belum berkoordinasi dengan KASN soal rencana tersebut.

Mengenai hal itu, Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah yang merangkap sebagai Ketua Panitia Seleksi (Pansel) dan promosi terbuka, memastikan Anies-Sandi memiliki hak mutlak untuk menentukan rotasi pejabat DKI. Untuk menentukan siapa pengganti pejabat yang telah dicopot juga ia memastikan, itu menjadi hak prerogatif kepala daerah.

"Karena kepala SKPD adalah ujung tombak kepala daerah untuk mewujudkan visi misi dan janji-janji saat kampanye yang harus diselesaikan. Kalau dianggap kinerjanya lambat, ya itu evaluasi kepala daerah," ungkapnya.

Kendati demikian, Saefullah enggan merinci ketika dikonfirmasi mengenai pelanggaran yang terjadi pada proses perombakan jabatan. Menurutnya, pergantian pejabat merupakan hal yang wajar dan kembali kepada kewenangan kepala daerah.

"Mau sekarang diberhentikan satu, dua boleh-boleh saja," tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid