sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kubu Prabowo kecewa dengan saksi ahli KPU

Tim Hukum Prabowo-Sandi mencecar saksi ahli yang dihadirkan KPU di sidang MK.

Eka Setiyaningsih Fadli Mubarok
Eka Setiyaningsih | Fadli Mubarok Kamis, 20 Jun 2019 19:11 WIB
Kubu Prabowo kecewa dengan saksi ahli KPU

Perdebatan alot mengenai sistem informasi penghitungan suara (Situng) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mewarnai sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (20/6).  

Perdebatan bermula saat anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Iwan Satriawan bertanya kepada ahli informasi teknologi (IT) yang didatangkan KPU, Marsudi Wahyu Kisworo, terkait seberapa penting Situng bagi KPU. 

Di sidang itu, Marsudi merupakan arsitek cetak biru Situng KPU. Menurut dia, Situng memang merupakan satu dari 19 portofolio sistem informasi KPU. Namun demikian, Situng tidak penting dalam menentukan hasil Pilpres 2019. 

Menurut Marsudi, Situng hanya penting dalam konteks memberikan tranparansi penyelenggaraan pemilu kepada publik. "Kalau tadi saya katakan dalam konteks penghitungan hasil suara, bahwa seperti yang ada dalam disclaimer yang ada, bahwa yang diakui sebagai hasil yang sah adalah hasil suara perhitungan suara berjenjang yang dilakukan," tutur dia. 

Marsudi menerangkan, Situng bukanlah medium bagi masyarakat mengetahui penghitungan suara. Menurut dia, Situng pertama kali hadir pada 2004 dan hanya menampilkan C1 saja, tidak termasuk angka.

Pada 2009, KPU kemudian menambahkan angka total perolehan suara pada layar Situng demi mengakomodasi permintaan masyarakat. Pada 2019, tampilan Situng berkembang pesat dengan menampilkan angka per tempat pemungutan suara (TPS). 

"Sebetulnya sarana tranparansinya itu ada di citra atau scan C1-nya itu, bukan di anagka-angkanya itu. Karena yang sah yang ditandatangani adalah form C1-nya," kata dia.

Jawaban Marsudi tidak memuaskan Tim Hukum Prabowo-Sandi. Kepada Marsudi, Iwan kemudian mengulas ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Teknologi (UU ITE) yang mewajibkan penyelenggara sistem informasi atau elektronik menyediakan informasi yang andal, aman, dan bertanggung jawab. 

Sponsored

Marsudi, KPU sudah amat memenuhi UU ITE. Pasalnya, KPU hanya menampilkan angka perolehan suara di setiap TPS dan formulir C1. "Kecuali memang jika form C1-nya dimanipulasi, C1-nya diubah. Ketika dilihat jumlahnya salah, tapi kemudian direkayasa menjadi benar. Itu justru tidak benar," ujar Marsudi.

Iwan terus mencecar Marsudi terkait siapa yang harus bertanggung jawab terkait kejanggalan-kejanggalan data dalam Situng. Namun, Marsudi menegaskan, ia hanya pembuat kerangka 'arsitektur' Situng terdahulu dan tidak bertanggung jawab mengembangkan Situng yang dipakai KPU saat ini. 

"Nah, yang membangun bukan kami. Saya tidak tahu apakah itu memenuhi standar atau tidak. Tapi, saya yakin dengan profesionalisme mereka, pasti mereka mengikuti spesifikasi dalam arsitektur," ungkap Marsudi.

Mendengar pemaparan Marsudi, Iwan menganggap ahli yang didatangkan KPU tidak relevan dengan isu kecurangan dalam Situng yang dipersoalkan kubu Prabowo-Sandi. Iwan menilai Marsudi sebagai ahli tidak bisa menjabarkan secara detail keamanan Situng.

"Baiklah, kalau begitu nanti kita minta penjelasan dari KPU siapa yang bertanggung jawab karena Bapak tidak bertanggung jawab. Bapak membuat (Situng) tapi tidak bertanggung jawab," kata Iwan.

Menyudahi perbebatan, Hakim MK Igede Dewa Paguna meminta Iwan berhenti menanyakan hal-hal di luar kapasitas ahli yang dihadirkan KPU. Menurut Palguna, kuasa hukum Prabowo-Sandi juga tidak berhak menilai kapabilitas pakar yang bersaksi di sidang. 

"Tugas pihak-pihak itu di dalam sidang membentangkan saja. Nanti, kami yang menilai. Jadi, Anda jangan melakukan penilaian seperti itu. Itu tugas kami. Hakim akan membaca semua yang terbentang dalam suasana sidang ini. Jadi, jangan kemudian memberikan penilaian juga," kata Palguna. 

Kecewa terhadap saksi ahli

Ditemui usai persidangan, anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Luthfi Yazid, mengaku kecewa dengan saksi ahli KPU. Menurut dia, saksi KPU tidak bisa membantah data-data janggal yang ditemukan kubu Prabowo-Sandi di Situng KPU. 

"Harusnya KPU bisa berikan counter. Jawaban ahli mereka banyak kata mungkin, banyak kata tidak pasti. Amanat konstitusi tidak bisa dijalankan," ucap dia.

Menurut Luthfi, saksi ahli hanya membangun cetak biru Situng, tapi tidak bisa menjelaskan siapa yang harus bertanggung jawab ketika data Situng bermasalah. 

"Padahal, sistem informasi, menurut UU ITE pasal 15, harus menjamin keamanan dan kedalaman. Mereka sama sekali tak bisa jelaskan. Dalam risalah, hakim bilang bahwa KPU ngeles mulu," ujar Luthfi. 

Luthfi pun optimistis keterangan yang dipaparkan Marsudi dalam persidangan tidak bisa membantah adanya kecurangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dalam Pilpres 2019. 

"Kami justru sangat optimis dan yakin dan dapat buktikan dalil baik kualitatif maupun kuantitatif bahwasanya pemilu lalu mengandung banyak kecurangan. Mestinya KPU tinggal buktikan mereka tidak curang dan laksanakan dengan prinsip jujur dan adil," kata dia. 

Berita Lainnya
×
tekid