sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Saksi Jokowi sebut argumentasi hukum tim Prabowo mudah dibantah

Kuasa hukum Prabowo-Sandi seharusnya bisa menyusun konstruksi hukum berdasarkan konstruksi hukum yang logis.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Jumat, 21 Jun 2019 21:05 WIB
Saksi Jokowi sebut argumentasi hukum tim Prabowo mudah dibantah

Saksi Ahli Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Eddy OS Hiariej, dalam memaparkan materinya memberikan sedikit masukan kepada tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di sidang lanjutan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terkait Pilpres 2019 di Mahakamah Konstitusi. 

Menurut Eddy, tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno seharusnya dapat menyusun konstruksi hukum pada permohonan atau dakwaan di sidang pengadilan berdasarkan argumentasi hukum yang jelas dan logis. Sebab, hal terpenting dalam argumentasi hukum adalah penguasaan terhadap hukum itu sendiri.

“Penguasaan hukum di sini tidak semata penguasaan terhadap peraturan hukum konkret,” kata Eddy dalam pemaparannya di persidangan sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahakamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6).

Lebih lanjut, Eddy menjelaskan, dalam mengikuti sidang pengadilan harusnya bisa menguasai teori-teori hukum, termasuk asas-asas dan berbagai metode penemuan hukum lainnya. Pemahaman terhadap teori-teori dan asas-asas hukum yang dangkal akan mengakibatkan argumentasi hukum yang rapuh, sehingga mudah untuk dibantah.

Oleh sebab itu, Eddy menambahkan, akan lebih baik hasilnya jika tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memahami suatu asas cukup mendasar yang berbunyi nit agit exemplum litem quo lite resolvit. Artinya, menyelesaikan suatu perkara hendaknya sesuai jalur dan tidak mengambil contoh perkara lain.

Menurut Eddy, tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melanggar adagium tersebut. Itu karena mereka masih mencampuradukkan perkara pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Postulat ini merupakan pedoman di negara-negara yang mewarisi tradisi sistem Eropa Kontinental, termasuk Indonesia. Bahwa dalam mengadili setiap perkara, hakim sangat bersifat otonom dan tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya," ungkapnya.

Masing-masing perkara, dikatakan Eddy, mempunyai sifat dan karakter tersendiri yang sudah tentu didasarkan pada fakta yang berbeda pula. Ia harus bersifat judicandum est legibus non exemplis. Artinya, putusan harus dibuat berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh.

Sponsored

"Menyelesaikan suatu perkara dengan mengambil contoh perkara lain sama halnya dengan tidak menyelesaikan perkara tersebut," kata Eddy.

Berita Lainnya
×
tekid