close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gelandang serang PSG Ousmane Dembele mengangkat trofi ballon dor. /Foto Instagram @psg
icon caption
Gelandang serang PSG Ousmane Dembele mengangkat trofi ballon dor. /Foto Instagram @psg
Peristiwa
Selasa, 23 September 2025 11:18

Bagaimana Dembele "disulap" jadi pemain terbaik dunia?

Ousmane Dembélé bertransformasi dari winger yang jarang cetak gol menjadi mesin gol PSG.
swipe

Kalau Anda sedang mencari pencetak gol yang benar-benar kejam, Anda salah alamat.

“Bukan hanya gol yang dihitung,” begitu bunyi judul berita itu — lengkap dengan tanda kutip — di atas foto Ousmane Dembélé yang tersenyum lebar.

Dalam wawancara yang dimuat L’Equipe pada November 2023 itu, penyerang Paris Saint-Germain menyatakan bahwa meskipun ia sadar punya potensi mencetak lebih banyak gol, catatan golnya yang relatif sedikit bukanlah hal yang membuatnya terlalu khawatir. “Saya tidur nyenyak setiap malam,” katanya. “Saya tetap percaya diri.”

Dua tahun sebelumnya, ia bahkan lebih tegas lagi. Ditanya bagaimana ia ingin dikenang sebagai pemain, ia menjawab: “Saya ingin orang berkata: dia dribbler yang asyik ditonton. Bahwa pada jam satu, jam empat, atau jam sembilan Anda menyalakan televisi untuk melihat saya menggiring bola dan mencetak gol.”

Prioritasnya jelas: menggiring bola dulu, baru mencetak gol.

Sebelum musim lalu, sikapnya yang "hati-hati" di depan gawang tercermin dalam statistik kariernya. Ia belum pernah menyentuh dua digit gol liga sejak mencetak 12 gol di musim terobosannya bersama Rennes pada 2015-16. Di semua kompetisi pun, ia tak pernah melewati 14 gol seperti yang ia raih di musim keduanya bersama Barcelona pada 2018-19.

Lalu, mendadak segalanya berubah.

Dipindahkan ke peran baru sebagai false nine oleh pelatih PSG Luis Enrique di pertengahan musim lalu, Dembélé menjawabnya dengan ledakan produktivitas: 27 gol dalam 22 pertandingan sepanjang musim dingin hingga awal musim semi.

Ketika musim berakhir, totalnya di semua kompetisi sudah mencapai 35 gol — hanya terpaut lima gol dari totalnya selama enam tahun di Barcelona. Dembele bahkan menginspirasi PSG meraih quadruple bersejarah plus posisi runner-up di Piala Dunia Antarklub.

Kesuksesannya PSG musim lalu membawanya ke penghargaan individu tertinggi: Ballon d’Or 2025. Dembele menjadi orang Prancis keenam yang memenanginya, setelah Raymond Kopa, Michel Platini, Jean-Pierre Papin, Zinedine Zidane, dan Karim Benzema. 

Jadi, bagaimana Dembélé beralih dari penggila “dribble” yang jarang bikin gol menjadi anggota seumur hidup klub paling eksklusif di sepak bola? 

Ceritanya bermula setelah Kylian Mbappe hengkang ke Real Madrid. Luis Enrique tahu ia harus memainkan salah satu anak asuhnya sebagai false nine untuk menutup "defisit' gol PSG. Hanya saja, ia belum tahu siapa.

“Kalau ada yang mencetak 40 gol, tentu kami tak akan menutup pintu untuknya, tapi dari pengalaman saya sendiri, lebih baik punya empat pemain yang masing-masing mencetak 12 gol,” kata Enrique seperti dikutip dari New York Times. “Totalnya jadi 48, itu lebih baik daripada 40.”

Gonçalo Ramos memulai musim sebagai penyerang tengah utama PSG, tapi striker Portugal itu cedera pergelangan kaki setelah baru 20 menit di laga pertama melawan Le Havre. Enggan sepenuhnya mengandalkan Randal Kolo Muani, Enrique pun mulai mencoba para gelandang serangnya sebagai false nine. Marco Asensio, Lee Kang-in, dan rekrutan baru Désiré Doué semuanya mendapat kesempatan, tapi tak satu pun yang cocok.

Meski melaju mulus di Ligue 1, gol terasa seret di Liga Champions. Setelah susah payah menang 1-0 atas Girona di laga pembuka, mereka imbang di kandang melawan PSV dan kalah di kandang dari Atlético Madrid meski mendominasi. Kekalahan 1-0 di Bayern pada akhir November membuat mereka terancam gagal lolos dari fase liga.

Enrique sudah lama mengagumi Dembélé sejak di Barcelona, bahkan sempat menanyakan ketersediaannya setelah musim terobosannya di Rennes. “Luis Enrique sangat antusias dengan prospek Dembélé di bawah asuhannya sejak awal di PSG,” kata seorang sumber anonim.

Pasca kepergian Mbappé, Dembélé dijanjikan oleh manajemen PSG akan menjadi “pemimpin lini serang”, menurut sumber dekat pemain itu. Ia sempat kecewa saat mengetahui Vitinha — bukan dirinya — yang ditunjuk Enrique menjadi algojo penalti pertama pengganti Mbappé.

Empat bulan pertama musim tak menunjukkan tanda-tanda transformasi yang akan datang. Dembélé rutin bermain di sayap kanan, tapi sempat dicadangkan saat PSG kalah 2-0 di Arsenal pada Oktober karena terlambat latihan. Dipasang sebagai striker bersama Bradley Barcola saat kalah di Bayern bulan berikutnya, ia malah diganjar kartu merah setelah dua kali mendapat kartu kuning. Luis Enrique menyebutnya “kesalahan serius”.

Ia memulai dua laga liga berikutnya dari bangku cadangan. Namun untuk laga kandang melawan Lyon pada 15 Desember, ia kembali ke XI utama — dan identitas permainan tim langsung terasa.

Dembélé pernah bermain di tengah sebelumnya, tapi sebagai pendamping Mbappé. Kali ini, melawan Lyon, ia benar-benar jadi penyerang utama, diapit Lee dan Doué. Ia membuka skor di menit ke-8 lewat tembakan kaki kiri ke pojok bawah kanan, lalu menciptakan serangkaian peluang dalam kemenangan 3-1.

La machine était lancée — mesin sudah menyala.

Ia mencetak dua gol saat menang 4-2 di Monaco sebelum jeda musim dingin, jadi penentu kemenangan atas Monaco lagi di Trophée des Champions di Doha, lalu kembali menyumbang dua gol saat PSG mengalahkan Saint-Étienne di liga.

Masuk dari bangku cadangan karena baru sembuh, ia memicu comeback PSG melawan Manchester City di Liga Champions dengan gol pertama dari empat gol babak kedua untuk menang 4-2. Setelah satu gol lagi di laga imbang melawan Reims, ia jadi pemain pertama PSG yang mencetak hat-trick di dua laga berturut-turut (vs Stuttgart dan Brest).

Beruntun ia juga mencetak dua gol lawan Monaco dan Brest (kali ini di babak play-off Liga Champions). Pada titik ini, ia sudah mengemas 18 gol dalam 10 laga dengan laju gol tak tertandingi.

Kalau dulu ia dikenal mencetak gol setelah dribble rumit atau tembakan jarak jauh, kini golnya adalah gol ala striker: tap-in, chip cerdik, rebound, atau sepakan sekali sentuh. Ia bilang ia belajar menempatkan tembakan, tak melulu mengandalkan tenaga.

“Dia banyak kerja video,” kata salah satu anggota timnya. “Dan dia bekerja keras melatih penyelesaian akhir agar lebih klinis.”

“Sebelumnya saya lebih banyak main sebagai gelandang kanan nempel garis. Lebih susah cetak gol — saya harus lewati tiga atau empat pemain dulu,” jelas Dembélé setelah hat-trick melawan Brest. “Sekarang, sebagai nomor 9, paling hanya satu pemain (yang harus dilewati) atau tinggal menyambar bola ke gawang.”

Dembélé yang dua kaki sama baiknya ini selalu suka posisi tengah, pernah main sebagai nomor 10 di Rennes dan Dortmund, serta duet striker di Barcelona era Ronald Koeman. Kini, jadi ujung tombak mesin yang begitu terorganisir, ia akhirnya memenuhi potensi besarnya.

“Yang bagus dari peran ini, dia di pusat aksi, bisa ikut membangun serangan, sekaligus mengakhirinya,” kata sahabatnya Moustapha Diatta. “Awalnya dia menerima peran itu karena rasa tanggung jawab, sesuai harapan pelatih, tapi lalu dia menikmatinya karena mencetak gol, kombinasi dengan rekan-rekan, dan berada di pusat permainan memberinya kesenangan.”

“Dulu orang bicara tentang Ousmane: bagaimana jadinya kalau dia mulai mencetak gol? Tahun ini semua orang sudah lihat jawabannya.”

Laju golnya memang tak bertahan selamanya, tapi meski frekuensi menurun, pentingnya golnya justru naik. Lawan Liverpool di 16 besar Liga Champions dan Arsenal di semifinal, ia mencetak gol serupa yang menunjukkan kecerdasan taktik dan insting barunya: turun untuk bantu tim keluar dari pressing, melepaskan umpan ke sisi, lalu bergerak ke kotak untuk menuntaskan.

Kalau tidak mencetak gol, ia tetap menentukan dengan assist: di perempat final lawan Aston Villa, memberi umpan ke Hakimi untuk gol penentu lawan Arsenal di leg kedua semifinal, dan memberi assist ke Doué dan Khvicha Kvaratskhelia di final 5-0 atas Inter. 

Penyerang PSG Ousmane Dembele merayakan gol kemenangan. /Foto Instagram @PSG

Tak boleh curang 

Namun gambar Dembélé yang viral setelah final bukanlah saat ia mengolah bola, melainkan ketika ia mengintai di pinggir kotak penalti saat Inter melakukan tendangan gawang, mata terbelalak ke arah kiper Yann Sommer, siap memicu pressing ultra-agresif PSG. Dulu dicemooh sebagai pemain solo yang hilang dalam dribblenya, kini ia sepenuhnya — bahkan agak menakutkan — berkomitmen pada kerja tim.

“Bagi saya, seorang penyerang tidak boleh ‘curang’,” kata Dembélé kepada France Football di akhir musim. “Dia harus selalu bekerja keras, entah bertahan atau menyerang, membantu tim dan tidak hanya saat menyerang.”

“Pelatih datang bicara di awal musim. Dia bilang saya harus jadi contoh untuk pemain muda, saya penyerang pertama yang harus bertahan. Pesannya sampai.”

Meski kadang bikin pelatih frustrasi, sikapnya yang ceria membuatnya disukai rekan setim. Doué menyebutnya “kakak besar”. Vitinha menyebutnya “pemimpin lewat contoh” karena perannya di pressing PSG.

“Di luar lapangan, dia orang yang baik,” kata gelandang PSG João Neves. “Dia lucu, ramah, selalu dalam mood bagus — ya, pagi-pagi kadang tidak! Tapi hampir selalu mood-nya bagus. Dan sebagai pesepak bola, dia superstar kelas dunia. Saya senang jadi rekan setimnya.”

Kemenangan atas Chelsea di final Piala Dunia Antarklub mungkin akan menutup semua spekulasi soal Ballon d’Or, tapi meski kalah 0-3 di MetLife Stadium, nomor 10 PSG itu sudah meninggalkan jejak: pulih dari cedera yang membuatnya absen di fase grup untuk mencetak gol ke gawang Bayern dan Real Madrid di babak gugur.

Tak diragukan, absennya Lamine Yamal — pesaing utamanya — di turnamen itu juga membantu. Tapi sebagai pemain paling menonjol di tim terbaik Eropa musim ini, dan di tengah ketiadaan turnamen internasional besar yang bisa “mencuri panggungnya”, Dembélé jadi pilihan logis.

Musim "buruk" Yamal cs

Ballon d’Or terutama adalah pengakuan atas apa yang sudah dicapai pemain dalam 12 bulan terakhir. Tetapi, yang juga tak terelakkan, penghargaan tertinggi itu ialah cermin dari apa yang tidak dicapai pemain lain.

Yamal memang memukau untuk Barcelona, 18 gol dan 25 assist di semua kompetisi. Tetapi, Barcelona hanya juara di La Liga. Pemain 18 tahun itu — juga Raphinha — dirugikan karena Barca gagal melangkah jauh di Liga Champions. Begitu juga Mohamed Salah di Liverpool. 

Mbappé menikmati musim perdana sukses di Real Madrid secara pribadi dengan 44 gol, tapi hanya juara Piala Super UEFA dan Intercontinental Cup. Haaland untuk pertama kalinya pulang tanpa trofi bersama Manchester City.

Tiga besar Ballon d’Or tahun lalu pun seperti jadi “kutukan”: Rodri sang pemenang hampir semusim cedera, runner-up Vinícius Junior merosot sejak gagal juara, dan peringkat tiga Jude Bellingham tak bisa mengulang musim pertamanya di Real Madrid.

Di Rennes, Dembélé adalah bocah ajaib yang bahkan tak tahu kaki mana yang lebih dominan. Di Dortmund, ia bintang yang sinarnya meredup setelah mogok demi pindah klub. 

Di Barcelona, ia bergantian jadi anak muda tak disiplin, langganan cedera, dan pemain mahal yang flop, sebelum dewasa, belajar menjaga tubuh, dan jadi pemain andal.

Di PSG, ia jadi pesepak bola terbaik dunia.

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan