close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Satpol PP Penajam Paser Utara menggelar razia PSK di salah satu kafe di wilayah IKN, Juli 2025. /Foto dok. Satpol PP Penajam Paser Utara
icon caption
Petugas Satpol PP Penajam Paser Utara menggelar razia PSK di salah satu kafe di wilayah IKN, Juli 2025. /Foto dok. Satpol PP Penajam Paser Utara
Peristiwa
Kamis, 10 Juli 2025 13:07

Tepatkan pengusiran pekerja seks dari IKN?

Sepanjang 2025, ada puluhan pekerja seks komersial terjaring razia di seputaran Ibu Kota Nusantara (IKN).
swipe

Ibu Kota Nusantara (IKN) belum tuntas dibangun, tetapi problem klasik pekerja seks komersial (PSK) sudah menghantui. Sepanjang 2025, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) melaporkan sudah ada 64 PSK yang kena tilang di PPU. 

Tak hanya dari kota-kota di Kalimantan, menurut Kepala Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kabupaten PPU, Rahmadi, para pekerja seks juga ada yang berasal dari Bandung, Makassar, dan Yogyakarta. Setelah dibina, para PSK disanksi dengan dipaksa pulang ke kota masing-masing. 

"Kami beri waktu deadline dua sampai tiga hari. Yang memang mereka itu sudah punya (tiket) pesawat udara itu kami pastikan harus pulang," ujar Bagenda dalam keterangan pers kepada wartawan di Kabupaten PPU, Senin (7/7), seperti dikutip dari Kumparan. 

Menurut Rahmadi, kebanyakan PSK menjajakan diri secara online. Yang bekerja secara luring biasanya bermodus membuka warung pangku. Di warung itu, dibangun sekat-sekat yang dijadikan kamar untuk bercinta. "Warung yang murni jualan kopi dengan kopi plus bisa dibedakan," kata dia. 

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Bahaluddin Surya menilai sanksi administratif yang diberlakukan Satpol PP Kabupaten PPU bagi para PSK tak tepat. Lebih dari itu, pengusiran para PSK di IKN tanpa proses hukum yang sah merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Disebutkan pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara republik Indonesia.

"Negara tidak memiliki kewenangan untuk secara sepihak menentukan siapa yang boleh atau tidak boleh tinggal di suatu wilayah, kecuali melalui proses hukum yang sah. Tindakan pengusiran juga dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan struktural terhadap kelompok rentan, dalam hal ini perempuan pekerja seks," kata Bahaludin kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Prostitusi, kata Bahaluddin, bukan semata-mata penyakit sosial. Fenomena prostitusi sangat kompleks, terkait dengan persoalan sosial, ekonomi, dan gender. Sayangnya, aparat penegak hukum kerap hanya memandang persoalan prostitusi dalam kerangka ketertiban umum atau pemberantasan penyakit masyarakat (pekat). 

"Framing ini menempatkan pekerja seks sebagai sumber gangguan, bukan sebagai individu yang memiliki hak dan martabat yang harus dilindungi. Akibatnya, langkah penertiban—termasuk razia dan pengusiran—sering dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Bahaludin. 

Pemda Kabupaten PPU semestinya sadar jika praktik prostitusi lazimnya tidak berdiri sendiri dan menjadi bagian dari shadow economy yang tumbuh secara informal dan tidak teregulasi. Peningkatan jumlah pekerja proyek dan mobilitas penduduk yang tinggi membuka ruang bagi tumbuhnya permintaan atas jasa PSK. 

Prostitusi tidak tepat jika hanya dititikberatkan dengan menjaring pekerja seks. Bukan hanya tidak efektif, menurut Bahaludiin, kebijakan menghukum pekerja seks juga berbahaya karena potensial menyembunyikan praktik perdagangan manusia yang lebih besar di baliknya. 

"Ini melanggengkan narasi bahwa moralitas publik hanya menjadi tanggung jawab perempuan dan membiarkan laki-laki sebagai konsumen bebas dari pertanggungjawaban," kata Bahaludin. 

Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih menilai cara Satpol PP Kabupaten PPU memperlakukan pekerja seks atau perempuan yang dilacurkan keliru. Dalam hal ini, Pemkab PPU seolah hanya menempatkan persoalan prostitusi pada perspektif moralitas dan agama maupun pendekatan hukum. 

"Padahal, penting menempatkan persoalan prostitusi sebagai dampak dari lemahnya penataan regulasi dan pemerintahan yang baik, pemerataan kesejahteraan sosial, keadilan ekonomi dan ketimpangan kesetaraan, akses dan partisipasi," kata Dahlia kepada Alinea.id, Rabu (9/7).

Dalam kajian Komnas Perempuan, menurut Dahlia, ada beberapa faktor yang mendorong perempuan masuk ke dunia prostitusi dan menjadi perempuan yang dilacurkan (pedila), semisal desakan ekonomi, latar belakang pendidikan yang rendah, maupun hadirnya pihak ketiga. 

"Perempuan yang terlanjur masuk ke dalam dunia prostitusi, terutama sejak anak-anak atau remaja akan sulit untuk lepas atau keluar dari lingkaran tersebut. Berdasarkan data BPS pada tahun 2024, terdapat 646 titik lokalisasi yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia," kata Dahlia. 

Selain prostitusi konvensional, menurut Dahlia, saat ini banyak perempuan terjebak pada prostitusi daring berupa transaksi booking out, video call sex (VCS), phone sex atau call sex (CS), live show, dan streaming live yang dilakukan dengan penyebaran nomor telepon. 

Situasi ini bikin para pekerja seks kian rentan karena mereka bisa dihadapkan pada ancaman kriminalisasi UU Pornografi dan UU ITE. "Dalam hal ini, pedila rentan dipidana bukan hanya karena terlibat dalam prostitusi, melainkan menyebarkan informasi atau dokumen melalui media elektronik," kata Dahlia. 

Dahlia menilai pemulangan maupun pengusiran perumpuan yang dilacurkan  justru dapat merentankan stigma yang dihadapi oleh mereka. Bahkan, jika dinormalisasi, situasi itu bisa menjelma menjadi penghakiman oleh masyarakat. 

"Komnas Perempuan mendesak Kepolisian dan Satpol PP menghentikan praktik-praktik penggerebekan dan razia yang disertai dengan kekerasan, dan pemberitaan media yang merentankan mereka mengalami kekerasan berlapis," kata Dahlia. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan