Game online punya banyak dampak negatif bagi anak-anak. Tak hanya kecanduan, anak-anak yang terlalu banyak bermain game online juga beresiko mengalami gangguan pendengaran, pengelihatan, insomnia, bahkan gangguan perkembangan otak.
Meskipun sudah diregulasi, orang tua bisa saja kecolongan. Game online yang dimainkan anak-anak bisa saja berisi hal-hal negatif yang potensial ditiru anak-anak. Anak-anak juga potensial berinteraksi dengan orang dewasa yang berperilaku tidak semestinya.
"Industri game harus menjamin produk-produknya dibuat dan dipasarkan harus aman digunakan untuk anak. Itu wajib sesuai dengan PP (peraturan pemerintah)," kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
PP yang dimaksud Kawiyan ialah PP Nomor 17 tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan nama PP Tunas. Game online termasuk penyelenggara sistem elektronik (PSE), sehingga terikat oleh PP Tunas.
Menurut Kawiyan, game online juga diatur dalam Peraturan Menteri No. 2 tahun 2024 tentang Klasifikasi Gim. Pasal 8 Permen tersebut mengklasifikasikan game berdasarkan kelompok usia, yaitu 3 tahun ke atas, 7 tahun ke atas, 13 tahun ke atas, 15 tahun ke atas, dan 18 tahun ke atas.
"Gim untuk kelompok 3 tahun atau lebih tidak boleh mengandung unsur: rokok dan/atau rokok elektronik, minuman beralkohol, narkotika, psikotropika, dan/atau zat adiktif lainnya; kekerasan; darah, mutilasi, dan kanibalisme; penggunaan bahasa; penampilan tokoh; pornografi; simulasi dan/atau kegiatan judi; horor; dan interaksi daring," jelas Kawiyan.
Selain itu, game untuk kelompok usia ini juga harus disertai pendampingan orang tua. Kawiyan memperingatkan bahwa game online memiliki banyak risiko bagi anak karena sifatnya yang memungkinkan anak terhubung dengan orang tidak dikenal, berpotensi penipuan, eksploitasi, dan paparan konten berbahaya.
"Selain itu, game online juga sering menjadi pintu masuk bagi praktik judi online. Dampak lain dari game online adalah adanya adiksi dan membuat anak untuk terus bermain yang membutuhkan uang. Beberapa kasus anak terlibat penyalahgunaan uang orang tua atau berbuat kriminal karena ingin terus bermain game," tegasnya.
Psikolog Sani Budiantini menekankan pentingnya peran krusial orang tua dalam mendampingi anak bermain gim daring. Menurut dia, anak-anak sangat mudah terpapar dan terpengaruh dari apa yang mereka lihat dan mainkan.
"Semakin sering anak bermain game kekerasan, menonton konten kekerasan, itu menyebabkan anak jadi secara tidak sadar merekam hal itu dan bisa saja menjadi referensi ketika dia melakukan satu perilaku di dunia nyata," ungkap Sani kepada Alinea.id di Jakarta, Sabtu (12/7).
Karena otak mereka masih berkembang, menurut Sani, anak-anak bisa mudah merekam hal-hal negatif di game online dan menjadikannya referensi perilaku di dunia nyata. Salah satu dampak negatif yang mesti diwaspadai ialah berkurangnya rasa empati pada anak-anak.
"Pembatasan permainan pada anak sangat dianjurkan, seperti film kan ada batasan usianya... Kalaupun (game online) ditonton oleh anak atau dimainkan oleh anak mestinya ada pendampingan dari orang tua," tegas Sani.
Seiring usia, menurut Sani, logika berpikir anak-anak akan lebih matang dalam memilih mana yang benar dan salah. Hingga usia remaja, Sani menekankan pentingnya diskusi antara orang tua dan anak mengenai game yang dimainkan.
"Penyaringan anak dalam bermain game juga perlu melibatkan orang tua di awal, tapi dirasa ketika anak sudah cukup matang dan sudah cukup bijak dalam memilih dan bahkan tidak meniru hal-hal yang negatif dari game yang dimainkan berarti anak juga cukup mandiri untuk berkeputusan," jelasnya.
Sani mengingatkan orang tua untuk selalu aware terhadap perilaku anak di dunia nyata setelah bermain game online. Para orangtua perlu segera mengambil tindakan jika perilaku anak berubah setelah bermain game online.
"Ketika anak-anak bermain game kekerasan dan terlihat adanya perilaku yang muncul di permukaan di dalam dunia nyata, orang tua juga harus aware apakah itu tadi kekerasan yang dilakukan oleh anak adalah bagian dari pengaruh dari game yang dimainkan," kata dia.