Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyikapi dengan tenang kabar pemangkasan dana keistimewaan (danais) DI Yogyakarta tahun 2026, dari Rp1 triliun menjadi Rp500 miliar.
"Ya ra popo to (ya tidak apa apa). Penghematan semua kena kan enggak papa," kata Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Pemda DI Yogyakarta, Selasa (19/8).
Sultan Hamengku Buwono X juga mengatakan, jika pemangkasan danais dilakukan, maka Pemprov DI Yogyakarta akan tetap berkomitmen dana itu sampai ke kabupaten/kota. Namun, dengan penyesuaian anggaran dan prioritas.
“Programnya tetap jalan, hanya lebih kecil,” ujar dia.
Sebelumnya, kabar dipangkasnya danais DI Yogyakarta ini disampaikan anggota Komisi D DPRD DI Yogyakarta, Fajar Gegana. Informasi itu, dia dapat dari salah seorang anggota DPR.
“Itu informasi dari Kementerian Keuangan pada saat rapat,” kata Fajar.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah menilai, sikap Sultan yang tenang menyikapi efisiensi transfer ke daerah dan pemangkasan danais bisa dipengaruhi dua hal.
Pertama, karakter Sultan yang memang tidak reaktif dan cenderung ingin memberi ketenangan bagi masyarakat. Kedua, bisa juga ditengarai Pemprov DI Yogyakarta punya komponen yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, tanpa menaikkan pajak yang bisa menyengsarakan rakyat.
"Ini sikap yang berbeda dengan kepala daerah lain. Sultan HB X jauh lebih siap," ucap Trubus, Kamis (21/8).
Trubus menilai, pada dasarnya pemerintah daerah memang harus mencari sumber pendapatan asli daerah selain menaikkan pajak. Sebab, jika pemerintah daerah terus-menerus ketergantungan dari pemerintah pusat, mustahil akan mandiri.
"Terlebih lagi transfer dari pusat juga habis untuk hal-hal belanja pegawai atau urusan birokrasi. Akhirnya sedikit yang dirasakan langsung masyarakat. Kondisi sekarang mau tidak mau pemerintah daerah harus kreatif mencari sumber pendapatan, agar benar-benar menjalankan otonomi daerah," kata Trubus.
Menurut Trubus, saat ini politik anggaran pemerintah pusat ingin mengalokasikan anggaran langsung kepada masyarakat lewat program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, dan program 3 juta rumah.
“Tanpa melalui pemerintah daerah, yang sangat mungkin terjadi korupsi di tataran pemda," kata Trubus.
Senada, dosen kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi menilai, sikap Sultan yang menyikapi dengan tenang kabar pemangkasan danais merupakan bentuk pernyataan secara halus jika Pemprov DI Yogyakarta tidak ingin terlalu memelas kepada pemerintah pusat. Sebab, Pemprov DI Yogyakarta punya beberapa komponen yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
“Sultan HB X itu memahami kondisi, dan mungkin sudah punya cara untuk mengatasi pemangkasan danais, yang sebenarnya itu memang hak DIY secara historis. Tapi sikap Sultan HB X patut menjadi cerminan daerah lain," kata Yogi kepada Alinea.id, Kamis (21/8).
Yogi menilai, pemerintah daerah harus mulai mencari pendapatan daerah selain menaikkan pajak yang regresif. Sebab, diverifikasi pendapatan asli daerah akan membuat daerah jauh lebih mandiri. Namun, di sisi lain, dia juga mengingatkan pemerintah pusat agar tidak mengeruk kekayaan daerah, salah satunya dalam sektor mineral dan batu bara secara berlebihan.
"Agar daerah yang merasakan jauh lebih besar. Pembagiannya harus dibagi lebih besar ke daerahnya," kata Yogi.