close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi truk kelebihan muatan. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
icon caption
Ilustrasi truk kelebihan muatan. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
Peristiwa
Selasa, 01 Juli 2025 16:07

Dilema penertiban truk ODOL: Mustahil tertib tanpa insentif?

Truk ODOL dianggap salah satu biang kerok kecelakaan dan mahalnya biaya perawatan jalan raya.
swipe

Permasalahan kendaraan kelebihan dimensi dan kelebihan muatan (over dimension dan over load/ODOL) masih menjadi tantangan serius dalam sistem transportasi jalan di Indonesia. Praktik ini tidak hanya merusak infrastruktur dan meningkatkan risiko kecelakaan, tetapi juga menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.

Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menekankan bahwa upaya penertiban ODOL yang selama ini dijalankan pemerintah cenderung represif dan perlu diimbangi dengan kebijakan insentif bagi pelaku usaha yang patuh. 

"Pemerintah telah melakukan berbagai upaya penertiban, namun efektivitas penegakan hukum masih menghadapi sejumlah kendala. Salah satu faktornya adalah pendekatan yang cenderung bersifat represif, tanpa diimbangi dengan kebijakan insentif," ujar Djoko kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (24/6). 

Meski begitu, Djoko menegaskan bahwa penindakan tegas terhadap kendaraan ODOL tetap prioritas untuk menegakkan wibawa aturan dan memberikan efek jera. "Tidak boleh ada kompromi dalam hal keselamatan lalu lintas dan perlindungan terhadap infrastruktur jalan," ujar Djoko. 

Djoko mengingatkan bahwa kebijakan yang semata-mata mengedepankan sanksi berisiko timpang dan sulit diterima para pengusaha jasa logistik. Terlebih, sudah ada banyak pengusaha angkutan bersusah payah menyesuaikan armada mereka, mulai dari mengganti karoseri, mengurangi muatan, hingga membeli unit baru. 

"Sayangnya, kepatuhan seperti ini belum sepenuhnya dihargai secara nyata dan layak; sejauh ini, apresiasi yang diberikan masih bersifat verbal dan belum disertai bentuk insentif konkret," papar Djoko.

Keseimbangan antara sanksi dan insentif, kata Djoko, akan mendorong kepatuhan di kalangan pengusaha angkutan. "Kepatuhan tidak lagi terasa sebagai beban berat, melainkan sebagai investasi yang masuk akal," jelas Djoko.

Djoko menyimpulkan bahwa kebijakan transportasi yang efektif tidak bisa hanya bertumpu pada penegakan hukum. Diperlukan ekosistem yang mendorong kesadaran kolektif untuk taat aturan melalui insentif yang logis dan terukur. Selama pelanggaran lebih menguntungkan secara ekonomi, kendaraan ODOL akan tetap menjadi pilihan pragmatis.

"Ketika regulasi disertai insentif yang rasional, maka akan tumbuh budaya patuh secara organik. Kepatuhan semacam ini jauh lebih kokoh dan berkelanjutan, karena lahir dari kesadaran, bukan sekadar ketakutan terhadap sanksi," tegasnya.

Untuk membangun legitimasi, pemerintah perlu melibatkan para pemangku kepentingan, mengedepankan transparansi proses, serta menyusun kebijakan yang solutif dan aplikatif. 

"Agenda Indonesia bebas kendaraan ODOL bukan sekadar kewajiban regulatif, melainkan bagian dari transformasi sistem logistik nasional yang lebih aman, efisien, dan berdaya saing," ujar Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia itu. 

Pekan lalu, ribuan sopir truk berunjuk rasa di sejumlah kota di Jawa menentang aturan baru tentang ODOL. Mereka memprotes kebijakan penertiban truk ODOL dengan ancaman hukuman pidana bagi para pelanggarnya. 

"Kami meminta UU ODOL untuk dicabut sebagaimana penerapan kebijakan ODOL dilakukan tanpa mempertimbangkan realita sopir di lapangan," kata Koordinator II Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) Angga Firdiansyah seperti dikutip dari Antara.

GSJT, kata Angga, meminta pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh dan membuka ruang dialog dengan para pelaku bisnis logistik di lapangan. Pemerintah juga diminta memperhatikan regulasi tarif logistik, kesejahteraan sopir, dan perlindungan hukum.

"Selama ini, masalah hukum selalu menjadi beban sopir. Kami ingin pemerintah beri perlindungan hukum, karena Indonesia belum siap menjalankan aturan ODOL secara utuh,” kata Angga.
 

img
Adityia Ramadhani
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan