Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Khaeron, meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan penyaluran gas elpiji 3 kilogram (kg) atau yang dikenal sebagai gas melon.
Ia menyoroti fenomena kelangkaan elpiji di masyarakat akibat kebijakan yang membatasi penjualan hanya melalui pangkalan atau subpenyalur resmi PT Pertamina, yang membuat warga harus mengantre lebih lama.
Menurutnya, masalah utama bukan terletak pada jalur distribusi, tetapi pada pelanggaran harga eceran tertinggi (HET) yang kerap terjadi di tingkat pengecer.
“Menurut saya, pemerintah harus mengkaji ulang. Bukan warung yang ditiadakan, tapi bagaimana menjamin si agen, si pengecer sebagai perusahaan yang terdata di Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) atau Pertamina,” kata Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/2).
Herman menilai penyaluran elpiji 3 kg tetap harus bisa dilakukan melalui warung-warung yang telah teridentifikasi secara resmi, bukan hanya pangkalan. Namun, pemerintah harus memastikan HET tetap dijaga sesuai regulasi dengan pengawasan ketat terhadap agen dan pangkalan.
“Karena kerja sama melalui Pertamina, ini betul-betul berkomitmen terhadap yang menjadi peraturan pemerintah dalam hal penyaluran gas elpiji 3 kg atau gas melon,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan sanksi kepada agen atau pangkalan yang melanggar ketentuan HET, sehingga harga tetap terjangkau bagi masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi.
Kelangkaan elpiji 3 kg di beberapa daerah menimbulkan dampak ekonomi dan sosial, terutama bagi masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro yang sangat bergantung pada gas melon ini. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan distribusi menjadi langkah penting agar tidak menambah beban masyarakat.
Legislator Demokrat ini mengingatkan dalam penyaluran barang bersubsidi, pemerintah harus memastikan distribusi yang tepat sasaran dan tepat harga, bukan sekadar membatasi jalur penjualan.
Komitmen kuat dari pemerintah, Pertamina, dan seluruh pihak terkait sangat diperlukan agar gas elpiji 3 kg tetap tersedia, terjangkau, dan mudah diakses oleh masyarakat yang berhak.