Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan keselamatan pelayaran nasional menyusul insiden kebakaran kapal Barcelona 5 di perairan Pulau Talise, Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut) yang menewaskan lima orang.
Secara khusus, Lasarus menyoroti perbedaan jumlah penumpang yang tercatat dalam data manifest kapal itu. Di manifest Barcelona 5, jumlah penumpang yang tercatat hanya 280 orang. Namun, penumpang yang berhasil dievakuasi dari kapal itu sudah mencapai 580 orang.
“Perbedaan 300 orang ini sangat tidak bisa ditoleransi. Kalau beda dua atau tiga, mungkin bisa dimaklumi. Tetapi, ini terlalu besar dan patut diduga sebagai pelanggaran yang disengaja,” ujar Lasarus kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7).
KM Barcelona 5 terbakar saat sedang dalam perjalanan dari Lirung menuju Manado, Minggu, (20/7) sekitar pukul 14.00 WITA. Saat ini, petugas dari tim gabungan masih terus mencari dan mengevakuasi penumpang kapal.
Lasarus mengatakan izin keberangkatan kapal menjadi tanggung jawab penuh Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Untuk itu, Komisi V akan memanggil Kementerian Perhubungan, termasuk Dirjen Perhubungan Laut, guna meminta klarifikasi menyeluruh.
“Kami sudah koordinasi dengan Kepala KNKT untuk investigasi cepat. Ini menyangkut keselamatan publik, pajak, asuransi, hingga jaminan hak-hak penumpang. Semua harus terang,” tegasnya.
Lasarus juga menyinggung pentingnya penyederhanaan regulasi pelayaran. Menurutnya, aturan yang terlalu banyak justru menyulitkan pengawasan, dan lebih baik dibuat sederhana tapi wajib dipatuhi tanpa toleransi.
Terkait kapal-kapal lain seperti KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam hanya beberapa mil dari pelabuhan, Lasarus mengingatkan perlunya audit teknis terhadap perubahan jenis kapal seperti LCT (Landing Craft Tank) yang diubah menjadi KMP (Kapal Motor Penumpang). Ia meminta agar instansi yang memberi izin konversi itu turut diperiksa.
“Kami tidak ingin menyebut ini pembiaran dari pemerintah, tapi lebih kepada kemungkinan adanya kelalaian oknum. Tetap harus objektif dan profesional dalam menelusurinya,” ujarnya.