Komitmen perlindungan jemaah haji dari berbagai jalur, termasuk jalur non-kuota seperti haji furoda, terus diperkuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Agama (Kemenag). Langkah ini menjadi penting di tengah tantangan sulitnya penerbitan visa haji furoda tahun ini.
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR sekaligus Anggota Komisi VIII, Abdul Fikri Faqih, menegaskan upaya pembaruan regulasi tengah berjalan. Ia menyampaikan Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah sedang mengkaji opsi untuk membuka jalur haji dan umrah mandiri agar memiliki dasar hukum yang jelas.
“Panja Komisi VIII DPR sedang membahas kemungkinan pengaturan haji dan umrah mandiri agar dilindungi dalam revisi UU,” ujar Fikri, dikutip Sabtu (31/5).
Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX ini menilai, langkah tersebut sejalan dengan realitas Kerajaan Arab Saudi yang telah membuka ruang luas bagi umat muslim dari seluruh dunia untuk menjalankan ibadah umrah dan haji secara mandiri, termasuk melalui visa mujamalah atau furoda. Namun di Indonesia, jalur ini masih belum memiliki regulasi formal yang menaunginya.
“Selama ini, skema haji furoda belum diatur secara khusus dalam perundang-undangan kita. Karena itu, revisi ini menjadi momentum untuk menormakan skema tersebut,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar juga menegaskan penerbitan visa haji furoda sepenuhnya berada di bawah kewenangan Pemerintah Arab Saudi. Hingga saat ini, masih banyak jemaah yang menunggu visa mereka diterbitkan.
“Sebagian visa furoda sudah keluar, tetapi masih ada yang belum. Kami masih menunggu keputusan resmi dari Pemerintah Saudi, karena itu di luar kewenangan kami,” ujar Nasaruddin di Kantor Kemenag, Jakarta, Kamis (29/5).
Kemenag terus membangun komunikasi intensif dengan otoritas Arab Saudi agar visa yang tersisa dapat segera terbit. Dalam situasi ini, sejumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) juga menyarankan agar calon jemaah mempertimbangkan untuk mendaftar melalui jalur haji khusus sebagai alternatif yang lebih pasti.
Sebagai informasi, terdapat dua jenis visa untuk pelaksanaan ibadah haji. Pertama, visa haji kuota nasional yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Pemerintah Indonesia—pada tahun 2025 sebanyak 221.000 jemaah. Kedua, visa non-kuota seperti visa furoda yang tidak memiliki jumlah pasti dan bergantung pada kebijakan langsung Pemerintah Arab Saudi.
Upaya diplomatik, penyesuaian regulasi, dan sinergi antar-lembaga ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi seluruh calon jemaah haji Indonesia, termasuk yang berangkat melalui jalur mandiri.