Potensi kendala keberangkatan jemaah haji furoda tahun ini kembali menjadi perhatian publik. Menanggapi isu tersebut, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus Anggota Komisi VIII, Abdul Fikri Faqih, menekankan pentingnya pendekatan diplomatik sebagai solusi dalam melindungi jemaah.
Menurut Fikri, sistem penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia secara formal saat ini hanya mengakomodasi dua jalur resmi, yaitu haji reguler dan haji khusus. “Dalam penyelenggaraan memang yang diatur formal hanya haji reguler dan haji khusus, tidak ada opsi ketiga atau opsi lainnya,” ujarnya dalam keterangan, dikutip Jumat (30/5).
Kondisi ini membuat skema haji menggunakan visa non-reguler seperti visa mujamalah atau furoda masih belum memiliki landasan hukum yang kuat di Indonesia. “Sehingga skema haji dengan visa selain haji belum ada regulasi yang menaunginya,” jelas politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Meski demikian, Fikri menilai perlindungan terhadap jemaah tetap harus menjadi prioritas. Ia mendorong Kementerian Agama dan otoritas terkait di Indonesia untuk terus membangun komunikasi intensif dengan Pemerintah Arab Saudi sebagai pemilik otoritas dalam penerbitan visa.
“Satu-satunya jalan yang memungkinkan saat ini adalah advokasi melalui jalur diplomasi. Dialog yang konstruktif dengan pihak Kerajaan Arab Saudi menjadi kunci utama,” tegasnya.
Upaya ini, menurut Fikri, merupakan bentuk kehadiran negara dalam memastikan keamanan, kenyamanan, dan kepastian keberangkatan jemaah haji dari seluruh jalur, termasuk mereka yang menggunakan visa furoda. Ia juga berharap ke depan akan ada pembahasan regulasi yang lebih komprehensif untuk mengakomodasi berbagai dinamika penyelenggaraan ibadah haji.