Komisi III Dewan Perwakilan Daerah (DPR) memprioritaskan penyelesaian revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menegaskan penyusunan KUHAP yang komprehensif akan menjadi fondasi penting dalam reformasi sistem hukum pidana di Indonesia.
“Kami di Komisi III itu merencanakan menyelesaikan dulu hukum acara pidana. Setelah itu masuk ke RUU Perampasan Aset. Ya berharap bisa ada kesabaran enam bulan ke depan,” ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/5).
Menurutnya, revisi KUHAP perlu didahulukan karena merupakan dasar yang akan memperlancar proses legislasi RUU lainnya, termasuk RUU Perampasan Aset.
“Jadi hukum acara pidana itu dalam pandangan saya itu seperti landasan, lalu ada lampu-lampu yang menerangi landasan itu. Jadi malam hari pun pesawat bisa landing, bisa take off sehingga kemudian landing-nya bagus, take off-nya bagus,” tutur Nasir.
Ia juga menambahkan jika proses revisi KUHAP dilakukan dengan partisipasi publik yang baik dan pasal-pasalnya disusun secara tepat, maka pembahasan RUU lain pun akan lebih mudah.
“Jadi kalau hukum acara pidana kita nanti melibatkan partisipasi publik yang baik, lalu pasal-pasal yang mengaturnya juga baik, maka saya percaya nanti RUU Perampasan Aset ketika dibentuk, ketika disahkan itu akan enak naiknya,” sambungnya.
Nasir menyebut, target pengesahan revisi KUHAP adalah pada akhir tahun depan. “Ya rencananya nih akan disahkan itu tanggal 31 Desember 2025. Kenapa? Karena hukum acara pidana kita yang sekarang ini berlaku itu juga disahkan pada tanggal 31 Desember. Mudah-mudahan bisa terwujud seperti itu,” ujarnya.