close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Brimob Riau melakukan pengamanan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Antara Foto/dokumentasi
icon caption
Petugas Brimob Riau melakukan pengamanan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Antara Foto/dokumentasi
Peristiwa
Rabu, 20 Agustus 2025 11:13

Pro-kontra wajib sarjana untuk jadi polisi

Mahkamah Konstitusi mewajibkan semua calon personel Polri menyandang gelar sarjana.
swipe

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) terkait aturan penerimaan anggota Polri. Dalam putusannya, MK mewajibkan personel Polri minimal harus berpendidikan sarjana strata satu (S1).

Gugatan itu diajukan advokat Leon Maulana Mirza Pasha bersama Zidane Azharian Kemalpasha. Perkara terigestrasi di kepaniteraan MK dengan nomor 133/PUU-XXIII/2025.

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menilai gagasan tersebut merupakan langkah positif untuk menyesuaikan kepolisian dengan dinamika masyarakat, perkembangan hukum, dan demokrasi. Namun demikian, ia tak sepenuhnya sepakat semua personel Polri harus menyandang gelar S1. 

Ia melihat ada dua hal yang harus diperhatikan lebih dalam. Pertama, adanya peta jalan (roadmap) yang jelas menuju cita-cita tersebut. Menurut dia, kondisi perekonomian saat ini dianggap berat karena biaya pendidikan yang tidak murah.

“Yang kedua, kita harus lihat juga fungsi. Mungkin fungsi-fungsi tertentu menjadi prioritas untuk disegerakan, ya, dengan adanya perekrutan minimal S1 khususnya serse. Namun demikian, ada fungsi-fungsi tertentu yang tidak mengharuskan adanya sarjana S1. Itu yang harus dipetakan,” katanya kepada wartawan, Selasa (19/8).

Ia mengaku semangat untuk peningkatan kualitas Polri dengan minimal pendidikan sarjana tidak boleh menutup kemungkinan masyarakat yang tidak mampu untuk menjadi polisi yang baik. 

“Yang kedua kita lihat fungsinya, ada juga fungsi-fungsi yang mengharuskan S1 tapi ada fungsi-fungsi yang tidak mengharuskan itu. Nah itu yang harus kita pikirkan,” ucapnya.

Saat ini, jalur penerimaan Polri terdiri atas Akademi Kepolisian (Akpol), Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS), serta pendidikan Bintara dan Tamtama. Dari jalur tersebut, hanya SIPSS yang secara khusus mewajibkan pelamar bergelar sarjana.

Negara lain, seperti Amerika Serikat dan Inggris, rata-rata tidak mewajibkan gelar sarjana untuk menjadi polisi. Namun, banyak kepolisian di negara maju menawarkan jalur karier lebih cepat bagi yang memiliki gelar S1, terutama di bidang hukum dan forensik.

Pengamat kepolisian Johannes Widiantoro menilai wacana tersebut sebaiknya difokuskan pada fungsi penyidikan. Ia menekankan bahwa penyidik idealnya bukan hanya lulusan S1 umum, tetapi khususnya sarjana hukum agar lebih mumpuni dalam menjalankan tugas.

“Kalau hanya S1 pada umumnya, kan tidak otomatis pernah belajar hukum. Padahal, masih banyak penyidik pembantu saat ini yang bukan sarjana hukum, meski mereka bekerja di bawah pengawasan penyidik senior. Jadi, kalaupun mau dipertegas, sebaiknya diarahkan pada lulusan hukum,” jelas Johannes kepada Alinea.id, Selasa (19/8).

Ia menambahkan, kapasitas lembaga pendidikan kepolisian juga perlu ditingkatkan agar mampu menghasilkan aparat dengan latar belakang akademik yang sesuai. Namun jika memang Polri kewalahan untuk menambah kapasitas karena sumber daya yang tidak memadai, disarankan untuk merekrut para sarjana hukum untuk melengkapinya.

“Saya kira itu. Tapi, kalau dalam artian yang lebih luas, sebenarnya, ya tinggal ditambah juga kapasitas siswa-siswa yang ada di PTIK gitu ya. Itu juga bisa didorong untuk bisa memenuhi kebutuhan kepolisian," kata dia. 

 

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan