Banyak orang percaya bahwa karena berasal dari alam, herbal pasti lebih aman dan lebih baik dibandingkan obat kimia. Pandangan ini begitu melekat dalam budaya sehari-hari, bahkan sering kali diwariskan turun-temurun. Minum rebusan daun, kapsul ekstrak akar-akaran, hingga minyak oles dari rempah tertentu sering kali dijadikan solusi utama untuk berbagai keluhan, dari masuk angin hingga gangguan tidur. Namun, di balik kesan “alami” yang menenangkan itu, tersimpan sejumlah fakta yang perlu diketahui agar kita bisa lebih bijak dalam memilih pengobatan.
Anggapan bahwa herbal pasti aman karena “alami” sebenarnya menyesatkan. Menurut Mayo Clinic, banyak produk herbal yang bisa menyebabkan efek samping serius, apalagi jika dikonsumsi bersamaan dengan obat dokter. Misalnya, St. John's wort—tanaman yang sering digunakan untuk mengatasi stres ringan—ternyata bisa mengganggu kerja obat antidepresan, bahkan kontrasepsi. Herbal juga bisa memperbesar risiko pendarahan jika dikombinasikan dengan obat pengencer darah. Jadi, meskipun berasal dari tumbuhan, kandungan aktif dalam herbal tetap bisa memengaruhi tubuh secara signifikan, seperti halnya obat kimia.
Perbedaan mendasar antara obat kimia dan herbal adalah pada proses pengujian dan pengawasannya. Obat medis harus melewati berbagai uji klinis ketat sebelum bisa dikonsumsi masyarakat. Setiap miligramnya terukur dengan pasti dan efek sampingnya tercatat berdasarkan data ribuan pasien. Sementara itu, banyak produk herbal dijual bebas tanpa uji efektivitas yang setara. Situs Better Health Channel milik pemerintah Australia menegaskan bahwa dosis dalam produk herbal bisa bervariasi antar merek, bahkan antar batch produksi. Ini tentu saja bisa menjadi masalah, apalagi jika seseorang mengandalkan herbal sebagai pengobatan utama.
Masalah lainnya adalah persepsi bahwa semua kandungan dalam tanaman bersifat baik. Kenyataannya, tanaman adalah campuran kompleks dari berbagai senyawa, dan tidak semuanya berdampak positif. Beberapa herbal memang mengandung zat yang bermanfaat, tetapi tanpa kontrol yang tepat, zat tersebut bisa bercampur dengan senyawa lain yang justru merugikan. Inilah mengapa dalam dunia farmasi, obat dibuat dengan mengekstraksi senyawa aktif secara spesifik dan mengujinya secara terkontrol. Dalam herbal, kandungan itu hadir bersama banyak zat lain yang tidak selalu diinginkan.
Dalam masyarakat juga berkembang keyakinan bahwa herbal cukup untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk yang kronis dan berat. Namun menurut World Health Organization (WHO), penggunaan herbal sebaiknya hanya sebagai pelengkap, bukan pengganti utama pengobatan medis—terutama untuk penyakit serius seperti kanker, diabetes, atau gangguan jantung. Meskipun beberapa herbal terbukti membantu mengurangi gejala ringan seperti susah tidur atau gangguan pencernaan, belum ada bukti kuat bahwa herbal bisa menggantikan pengobatan konvensional dalam menangani kondisi medis berat.
Pandangan bahwa obat kimia lebih “beracun” atau keras terhadap tubuh juga perlu diluruskan. Semua bentuk pengobatan memiliki potensi efek samping, baik herbal maupun sintetis. Bedanya, efek samping obat medis telah diketahui secara rinci melalui penelitian dan pengawasan yang ketat. Sementara efek samping herbal sering kali tidak tercatat dengan baik, sehingga terkesan lebih “ramah tubuh” padahal bisa saja berbahaya dalam jangka panjang atau dalam kombinasi tertentu.
Pada akhirnya, herbal dan obat kimia bukan dua kubu yang harus saling bertentangan. Keduanya bisa saling melengkapi jika digunakan dengan tepat. Herbal bisa menjadi pilihan untuk menjaga kesehatan atau meredakan keluhan ringan, sementara obat kimia tetap menjadi andalan untuk pengobatan yang memerlukan presisi tinggi dan respons cepat. Kuncinya adalah pemahaman yang seimbang, konsultasi dengan tenaga medis, dan tidak mudah terbujuk oleh klaim-klaim “alami” yang belum tentu ilmiah.
Seperti halnya dalam banyak hal lain dalam hidup, memilih pengobatan sebaiknya dilakukan dengan akal sehat, bukan sekadar ikut tren. Meminum jamu atau suplemen herbal tentu bukan masalah, selama kita tahu apa yang kita konsumsi, bagaimana cara kerjanya, dan apakah itu benar-benar aman untuk tubuh kita. Sebab yang alami belum tentu aman, dan yang kimiawi belum tentu jahat. Yang terpenting adalah: apakah itu efektif, teruji, dan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.(mayo clinic)