Pemerintah resmi membubarkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Keputusan itu tertuang dalam surat Mensesneg B- 175/M/D-1/HK.03.00/04/2025. Di surat itu, tertulis urusan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove kini jadi tugas Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelumnya, urusan restorasi gambut dan mangrove dikendalikan penuh oleh BRGM yang didesain berada langsung di bawah presiden. Dibentuk pada 2016, BRGM--mulanya bernama BRG--bertugas mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Pada periode 2017 hingga 2020, BRGM melaporkan telah mampu merestorasi lahan gambut seluas 834 ribu hektare. Adapun pada periode 2021-2022, BRGM telah merestorasi 514 ribu hektare lahan gambut. BRGM sendiri punya target merestorasi 1,4 juta hektare lahan gambut yang rusak pada 2024. Namun, target itu tak mampu direalisasikan karena kendala anggaran.
Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Muhammad Aminullah, mengatakan pembubaran BRGM memang menimbulkan ketidakpastian mengenai keberlanjutan restorasi mangrove. Ia mencontohkan problem restorasi mangrove di pesisir utara Jakarta.
"Di Jakarta memang ada beberapa kali program penanaman, tapi kami masih melihat itu belum cukup. Kondisi mangrove di Jakarta memiliki banyak ancaman, pertama dari pencemaran sungai yang bermuara ke muara yang ada ekosistem mangrovenya. Tentu ini akan menghambat restorasi mangrove," kata Anca, sapaan akrab Aminullah, kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (14/5).
Restorasi mangrove menjadi bagian dari tugas BRGM sejak keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 120 Tahun 2020. Dalam laporan kinerja yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto pada Desember 2024, BRGM mengklaim sudah merestorasi kawasan mangrove seluas 84.396 hektare.
Meskipun masih punya banyak kekurangan, Anca mengatakan peran BRGM dalam program restorasi mangrove masih dibutuhkan. Ia mencontohkan puluhan hektare kawasan mangrove di Jakarta yang belum sempat dipulihkan BRGM.
"Khususnya ruang gerak yang belum ideal. Seperti di Jakarta tadi, ada ancaman dari pencemaran laut, sungai, pesisir, dan pengrusakan oleh pembangunan. Jadi, tidak cukup dengan menanam saja, tapi juga harus pengawasan, penindakan, dan pemulihan ekosistem sekitar. Nah, ruang gerak itu yang belum dimiliki BRGM," kata Anca.
Dengan pembubaran BRGM, Anca pesimistis kinerja pemerintahan Prabowo bakal ciamik dalam merestorasi kawasan mangrove yang rusak. "Kita kehilangan satu-satunya badan yang secara spesifik menangani restorasi mangrove. Ada BRGM saja, di Jakarta, (restorasi) mangrove masih menemui hambatan, apalagi kalau tidak?" ujar Anca.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring berpendapat BRGM jadi korban gemuknya kabinet yang dibentuk Prabowo Subianto. Karena keterbatasan anggaran, tugas dan fungsi BRGM dialihkan ke kementerian lain.
"Pascapembubaran BRGM, kami memperoleh beberapa perencanaan rehabilitasi mangrove yang belum berjalan, seperti di Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Hal ini tentu menghambat upaya rehabilitasi mangrove," kata Boy kepada Alinea.id.
Lebih jauh, ia berharap kementerian-kementerian baru yang ditugasi mengurusi restorasi gambut dan mangrove "belajar" dari pengalaman BRGM. "Ketiga kementerian ini harus membuka kembali dokumen perencanaan BRGM dan memanfaatkan jaringan atau tim BRGM sebelumnya untuk memastikan ada keberlanjutan," kata dia.
Manager Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana mengkritik kebijakan pemerintah membubarkan BRGM. Apalagi, dalam surat Mensesneg, tidak dijelaskan secara mendetail mengenai rencana pemerintah merestorasi kawasan gambut dan mangrove setelah BRGM bubar.
"Catatan Pantau Gambut, masih terjadi kebakaran berulang di area restorasi pemerintah. Salah satu penyebabnya ialah sinergi lembaga dan fungsi kementerian yang tidak berjalan selaras. Kerusakan ekosistem gambut berlanjut tanpa upaya restorasi yang serius," kata Wahyu seperti dikutip dari Mongabay.
Dalam kajian bertajuk "Gelisah di Lahan Basah" yang dirilis pada 2024, Pantau Gambut mencatat 95% dari 289 titik sampel gambut di area restorasi pemerintah yang pernah terbakar (burned area) dan kehilangan tutupan pohon (tree cover loss/TCL) berubah menjadi perkebunan tanaman lahan kering dan semak belukar.