close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga Gaza terancam mati kelaparan. Foto: Bakhtarnews
icon caption
Warga Gaza terancam mati kelaparan. Foto: Bakhtarnews
Peristiwa
Jumat, 25 Juli 2025 23:19

Warga Gaza: Anak-anak saya yang kelaparan menonton video makanan

Situasi lapangan juga diperparah oleh dugaan keterlibatan lembaga kemanusiaan yang bekerja sama dengan otoritas Israel.
swipe

Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Jumlah warga Palestina yang meninggal akibat kelaparan kini mencapai 122 orang, termasuk 83 anak-anak. Di tengah kelangkaan bantuan, pasukan Israel dilaporkan kembali melancarkan serangan yang menewaskan puluhan orang.

“Orang-orang bagaikan tengkorak—tak ada yang bisa menggambarkan neraka ini,” ungkap jurnalis Palestina Alaa Salameh kepada media. Ia menyampaikan kesaksiannya saat korban kelaparan terus bertambah.

Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sedikitnya 80 warga Palestina tewas pada Jumat lalu akibat serangan Israel. Di antara korban, sembilan orang disebut sedang mencari bantuan kemanusiaan saat diserang. “Israel sengaja membunuh mereka. Mereka warga sipil dan tidak menyakiti siapa pun,” tegas Alaa.

Situasi lapangan juga diperparah oleh dugaan keterlibatan lembaga kemanusiaan yang bekerja sama dengan otoritas Israel. Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga swasta yang berbasis di Amerika Serikat, dituduh turut berperan dalam pengaturan distribusi bantuan yang justru berujung kekerasan.

Seorang mantan staf GHF mengaku melihat sendiri perlakuan kasar terhadap warga Gaza. “Penjaga keamanan AS menyemprotkan gas merica dan melempar granat kejut ke arah warga Palestina. Setelah mereka mengambil bantuan, penjaga justru menembaki mereka—menyasar kaki mereka dan bahkan tanah sekitar untuk mengusir mereka,” ujarnya. Ia menambahkan, “Selama saya bertugas di militer, saya belum pernah melihat penggunaan kekuatan seperti itu terhadap warga sipil tak bersenjata.”

Meski kondisi darurat terus berlanjut, pemerintah Israel membantah adanya krisis kemanusiaan. Seorang pejabat Israel mengklaim bahwa 950 truk bantuan masih menunggu proses distribusi, termasuk di perlintasan Zikim—lokasi yang pekan lalu menjadi tempat pembantaian 79 orang Palestina saat mengambil bantuan.

“Kami belum mengidentifikasi adanya kelaparan saat ini,” ujar pejabat tersebut, pernyataan yang dinilai banyak pihak sebagai bentuk penyangkalan atas kenyataan di lapangan.

Di Gaza, warga seperti Ibtisam hanya bisa bertahan hidup dengan makanan seadanya. “Saya dan keluarga hanya makan roti selama seminggu. Itu pun sangat mahal. Anak-anak saya hanya bisa menonton video makanan seperti shawarma dan kentang goreng. Hati saya hancur melihat mereka,” ujarnya lirih.

Ibtisam mengatakan bahwa keluarganya kini mulai menunjukkan gejala serius akibat kekurangan gizi—mulai dari kelelahan, sakit kepala, hingga pusing. Ia menegaskan bahwa jika gencatan senjata tidak segera dicapai, situasi akan semakin mengerikan.

Pada Kamis lalu, kelompok Hamas mengajukan proposal gencatan senjata kepada Israel. Dalam proposal itu, Hamas menuntut diakhirinya serangan militer secara permanen dan masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Namun, pemerintah Israel belum menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan operasi militernya.

Bahkan, pengadilan Israel pada hari yang sama menyetujui mosi tidak mengikat yang membuka jalan bagi rencana aneksasi wilayah Tepi Barat. Di waktu bersamaan, dua anak Palestina dilaporkan tewas ditembak pasukan Israel di al-Khader, selatan Betlehem.(socialworker)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan