Sebanyak 372 guru besar fakultas kedokteran dari 23 universitas di Indonesia mendeklarasikan mosi tidak percaya terhadap Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS). Menkes dianggap menurunkan mutu sistem pendidikan kedokteran dan kesehatan nasional karena kebijakan-kebijakannya.
"Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti," ujar para guru besar saat membacakan deklarasi di aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6).
Setidaknya ada enam kebijakan Budi Gunadi yang diprotes para guru besar. Pertama, mereka menentang penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas. Kedua, mereka keberatan dengan pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan. Ketiga, mereka menolak pemindahan kolegium di bawah Kementerian Kesehatan.
Keempat, mereka tak setuju dokter umum dilatih untuk bisa melakukan operasi caesar di daerah terpencil. Kelima, mereka tak ingin dokter dipindahkan atas nama penghilangan sentimen almamaterisme. Keenam, mereka menolak adanya pembingkaian negatif akan masalah perundungan di lingkungan dokter.
Bulan lalu, para guru besar ilmu kesehatan UI juga telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto yang isinya mengeluhkan kebijakan-kebijakan Kemenkes di bawah Budi Gunadi. Namun, hingga kini Prabowo belum mengambil sikap.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan ada konflik etik yang kritis antara Menkes Budi Gunadi dengan para guru besar fakultas kedokteran. Jika tidak segera diatasi, konflik itu bisa berdampak pada legitimasi politik Budi Gunadi sebagai anggota Kabinet Merah Putih.
"Secara politis, memang ada di tengah Presiden Prabowo untuk ressffule atau tidak. Tetapi, secara etis ini sebenarnya memang sudah tidak kondusif. Bagaimana pun guru besar itu adalah guru dari seluruh dokter, baik dokter umum maupun spesialis. Ini sudah terjadi blocking," kata Hermawan kepada Alinea.id, Sabtu (14/6).
Hermawan menyebut jalur komunikasi antara para guru besar dan Budi Gunadi sudah terputus. Situasi itu akan berdampak pada pelayanan kesehatan di masyarakat. Kemenkes terutama bakal sulit berkoordinasi dengan kalangan akademikus dan tenaga kesehatan.
"Jika koordinasi itu sudah tidak terjadi, ini bisa mengancam bagaimana produk dan sebaran nakes kita ke depan, terutama dokter. Kalau terjadi distrust seperti ini, rasanya memang tantangan terjadi di bidang kesehatan ini bakal berat," kata Hermawan.
Menurut Hermawan, Prabowo sebaiknya turun tangan untuk mendamaikan Budi Gunadi dan para guru besar. Program-program Prabowo di bidang kesehatan potensial tak jalan dengan baik jika tak disokong akademikus dan tenaga kesehatan.
"Tidak mudah untuk mengonsolidasi nakes kalau tidak mampu juga diharmonisasi oleh menteri kesehatan. Mudah-mudahan ada semacam kebijaksanaan dari pimpinan, baik di level menteri, untuk kembali merajut komunikasi dengan baik," kata Hermawan.
Gilbert Simanjuntak, mantan anggota DPRD DKI Jakarta yang juga berprofesi sebagai dokter, berpendapat sikap para guru besar merupakan reaksi dari kebijakan dan perilaku Menkes Budi Gunadi yang dianggap berlawanan dengan budaya akademik di fakultas-fakultas kesehatan.
"Dalam sejarah, tidak pernah ada seperti ini. Saat Dwikora dan Trikora lebih berat lagi. Banyak dokter diluluskan dengan cepat karena kebutuhan pertempuran dan gugur. Artinya, FK bisa merespons kebijakan pemerintah yang lebih berat. Artinya, ada yang salah dari awal dan dimulai oleh BGS," kata Gilbert kepada Alinea.id, Sabtu (14/6).
Lebih jauh, Gilbert sepakat Prabowo perlu turun tangan mengevaluasi kinerja Budi Gunadi. Menurut dia, legitimasi Budi Gunadi sebagai Menkes sudah rusak di mata para akademikus. Jika diperlukan, Prabowo semestinya tak ragu mencopot Budi Gunadi.
"Terbukti kebijakan pendidikan (kesehatan) ditolak oleh para dekan dengan tidak bersedia hadir untuk rapat dengan BGS. Legitimasi BGS sudah tidak ada. Sistem sudah tidak jalan. Jadi, ini tinggal Presiden mengevaluasi," kata Gilbert.