Setiap hari, ratusan penumpang turun di Stasiun Seoul dan membuka Google Maps. Mereka yang melakukan itu selanjutnya pasti tersadar bahwa aplikasi tersebut tidak mendukung petunjuk jalan atau berkendara di Korea Selatan.
Negara itu, bersama China, Iran, dan Suriah, memang melarang ekspor data peta digital dengan akurasi sentimeter. Banyak pengguna bahkan baru menyadarinya saat kafe favorit mereka tak bisa dicarikan panduan alamat di Google.
Larangan ini bermula sejak era junta militer tahun 1970-an dan diperkuat oleh Pasal 16 Undang‑Undang Manajemen Informasi Geospasial, yang mencegah ekspor data memetakan tanpa persetujuan kabinet penuh. Otoritas menilai peta digital sangat sensitif terhadap keamanan nasional, terutama karena Semenanjung Korea masih secara teknis berada dalam kondisi perang terhenti. Ada kekhawatiran bahwa data 1:5.000—yang menampilkan detail teknis seperti kabel dan pintu—bisa dieksploitasi untuk penargetan presisi, mengingat rentangnya hanya sekitar 40 km utara Seoul.
Larangan ini mirip dengan kebijakan negara lain: Israel memburamkan citra reaktor Dimona, India mengharuskan pemetaan disimpan di server lokal sejak 2021, dan Cina menerapkan standar ketat lewat sistem offset ‘GCJ-02’. Korea menyebut kebijakan ini sebagai keseimbangan: lebih longgar dari China, namun lebih tegas dari AS.
Larangan tersebut memberi ruang bagi peta lokal seperti Naver Map, KakaoMap, dan T Map, yang menguasai hampir 90% trafik domestik. Namun jika Google atau Apple diberi akses penuh, pangsa pasar mereka bisa tergerus. Survei Asosiasi Informasi Geospasial Korea menunjukkan 90% perusahaan kecil lokal menolak ekspor paketan data besar: mereka khawatir kecil jika Google ambil alih infrastruktur backend mereka.
Turis Terjebak & kerugian potensial
Bagi turis, kekurangan peta detail ini nyata: dari kehilangan bus bandara hingga kesalahan alamat restoran.
Sebuah studi dari Universitas Yonsei memperkirakan bahwa fungsionalitas penuh Google Maps – lengkap dengan dukungan 79 bahasa, unduhan offline, dan tautan pemesanan taksi yang lancar – dapat menarik tambahan 6,8 juta pengunjung asing dan pendapatan pariwisata sebesar $22,6 miliar pada tahun 2027.
Persaingan diplomatik
Dari sisi diplomasi, AS menempatkan kebijakan ini dalam laporan hambatan perdagangan digital, menilai kerugian Google di Korea mencapai US$130 juta per tahun. Pada gilirannya, Seoul harus menyeimbangkan ambisi ekspor kendaraan dan baja dengan tekanan agar membuka akses data digital. Sumber diplomatik menyebut opsi kompromi: buka ekspor data per kota, simpan data di server lokal, dengan syarat pengaburan fasilitas keamanan.
Korea Selatan bukan tutup mata melihat tuntutan dan kebutuhan membuka akses peta digital itu. Panel antarlembaga Korea dijadwalkan mengambil keputusan pada Agustus: apakah mempertahankan larangan, mengizinkan akses terbatas, atau membuka penuh akses peta digital?
Pilihan ini akan menentukan: apakah Google akan tersedia secara penuh di Korea, atau tetap “bisu” seperti sekarang.(The Diplomat)