Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berencana mendongkrak tarif parkir di ibu kota secara bertahap. Selain demi mengurangi pengunaan kendaraan pribadi, pendapatan dari tarif parkir direncanakan bakal digunakan untuk membiayai program transportasi umum gratis.
"Mohon maaf bagi orang-orang yang mampu, nanti tarif parkirnya akan saya naikan," kata Mas Pram, sapaan akrab Pramono Anung, saat memberikan sambutan dalam acara Jakarta Great Sale di Main Atrium Lippo Mall Nusantara, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Selain mendongkrak tarif parkir, Pramono juga berencana memberlakukan jalan elektronik berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta. Yang disasar ialah pengguna kendaraan pribadi yang tergolong mampu secara finansial.
Duit dari penambahan tarif parkir dan ERP nantinya bakal digunakan untuk subsidi MRT, LRT, dan TransJakarta bagi 15 golongan masyarakat, termasuk di antaranya kalangan guru, TNI, warga dengan gaji di bawah UMR, penerima KJP, ASN, dan pensiunan pegawai Pemprov DKI.
"Bagi warga yang termasuk dalam 15 golongan, naik MRT, LRT, TransJakarta itu gratis. Saat TransJabodetabek terbentuk, masyarakat dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur juga akan digratiskan," kata politikus PDI-Perjuangan itu.
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan mendongkrak tarif parkir saja tak cukup untuk membiayai program transportasi umum di DKI. Pramono, kata Djoko, juga harus membersihkan DKI dari praktik parkir liar.
Djoko mengungkapkan bahwa keberadaan juru parkir (jukir) liar dan okupansi trotoar oleh sepeda motor sebagai lahan parkir telah melanggar hak pengguna jalan lain. Mirisnya, retribusi dari parkir liar ini justru masuk ke kantong pribadi alih-alih menjadi pendapatan asli daerah (PAD).
"Sejumlah titik parkir bahkan dikuasai organisasi masyarakat (ormas), yang bisa jadi merupakan kompensasi politik pada masa tertentu," ujar Djoko kepada Alinea.id di Jakarta, Kamis (19/6).
Djoko menyoroti data dari Unit Pengelola Perpakiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang menunjukkan fluktuasi pendapatan parkir selama 10 tahun terakhir. Pendapatan tertinggi tercatat pada tahun 2017 sebesar Rp107,898 miliar, namun kemudian mengalami penurunan signifikan hingga hanya Rp 13,738 miliar pada Maret 2025.
Saat ini, Unit Pengelola Perparkiran hanya mengelola 69 lokasi parkir non-tepi jalan (off-street parking) atau sekitar 11 persen dari total 615 lokasi parkir yang ada.
"Kebutuhan layanan parkir yang tinggi di Jakarta belum diimbangi fasilitas yang memadai. Ini disebabkan pembatasan ruang parkir, keterbatasan lahan dan anggaran, serta dampak revitalisasi trotoar," jelas Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.
Ia menambahkan bahwa meskipun penindakan terhadap kendaraan parkir liar sudah dilakukan, seperti penderekan dan operasi cabut pentil, efek jeranya masih minim.
Menurut Djoko, persoalan parkir bukan sekadar kebocoran uang, tetapi juga kegagalan dalam memanfaatkan parkir sebagai alat manajemen lalu lintas untuk mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
"Terkesan ada pembiaran karena kondisi saat ini sudah dianggap nyaman. Tak heran, perparkiran hampir di sejumlah daerah menjadi komoditas kompensasi politik para penguasa daerah," tegasnya.
Perparkiran, kata Djoko, semestinya dilihat dalam tiga dimensi, yakni sebagai bagian dari manajemen lalu lintas, sumber pendapatan asli daerah (PAD), dan layanan publik. Djoko menyarankan pengintegrasian ketiga dimensi ini untuk menuntaskan masalah parkir.
"Sulit sekali menemukan bukti secarik kertas sebagai bukti pembayaran parkir di tepi jalan saat ini. Semua pendapatan retribusi parkir harus masuk ke kas daerah dan dialokasikan sebagian untuk pembiayaan angkutan umum," papar Djoko.
Ia juga mengusulkan agar juru parkir digaji bulanan sesuai UMR, mendapat BPJS, serta pembinaan dan pengawasan rutin.
Untuk perubahan drastis, Djoko mengusulkan penerapan parkir berlangganan dan zonasi.
"Di mana tarif parkir makin mahal di pusat kota dan lahan parkir dikurangi, untuk mendorong warga beralih ke angkutan umum. Dengan parkir berlangganan, juru parkir akan mendapat gaji tetap, menghilangkan praktik pungutan liar," jelasnya.