close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani saat berbincang dengan wartawan. Foto akun Instagram @puanmaharaniri.
icon caption
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani saat berbincang dengan wartawan. Foto akun Instagram @puanmaharaniri.
Peristiwa
Rabu, 18 Juni 2025 14:01

Puan soroti SPMB 2025, minta evaluasi total

Persoalan dalam proses SPMB bukan sekadar masalah teknis.
swipe

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menyoroti kembali kisruhnya proses pendaftaran siswa baru tahun ajaran 2025–2026. Menurutnya, persoalan berulang ini mencerminkan masih lemahnya sistem pendidikan nasional, khususnya dalam hal tata kelola dan akses yang adil bagi semua anak Indonesia.

“Setiap tahun, masalahnya nyaris sama. Mulai dari antrean sejak subuh, sistem digital yang eror, hingga dugaan pungutan liar. Bahkan, data domisili pun jadi polemik,” ujar Puan dalam keterangan, dikutip Rabu (18/6).

Ia menyebut persoalan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) bukan sekadar masalah teknis, melainkan bentuk pengabaian terhadap hak dasar anak untuk memperoleh pendidikan yang setara dan bermartabat.

“Ketika anak-anak ditolak dari sekolah yang jaraknya hanya ratusan meter dari rumah karena zonasi digital, rasa keadilan mereka dilukai. Ini bukan masalah sepele,” tegasnya.

SPMB tahun ini menggantikan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebelumnya. Meski menggabungkan berbagai jalur seperti afirmasi, prestasi, mutasi, dan domisili, implementasinya tetap menuai protes. Sejumlah orang tua menyatakan anaknya gagal diterima di sekolah terdekat, sementara peserta lain yang tinggal jauh justru lolos.

Bahkan, laporan dugaan manipulasi data domisili kembali mencuat di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Modusnya termasuk pemindahan alamat mendadak hingga dugaan pemalsuan Kartu Keluarga.

“Pendidikan seharusnya menjadi ruang paling aman dan inklusif, bukan arena penuh ketidakpastian. Sistem zonasi harusnya memahami realitas sosial, bukan malah menciptakan diskriminasi baru,” tambah Puan.

Ia juga menyoroti lemahnya kontrol terhadap sistem digital pendidikan, yang membuka celah manipulasi dan intervensi pihak ketiga. Puan meminta negara lebih hadir dan aktif menutup celah-celah tersebut.

“Kalau data domisili bisa diatur oleh oknum, artinya ada lubang dalam sistem yang belum ditambal. Ini harus dihentikan,” ujarnya.

Untuk itu, Puan mendorong evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme SPMB, termasuk pelaksanaan zonasi dan digitalisasi. Ia juga mengusulkan audit independen terhadap sistem pendaftaran di seluruh provinsi.

Selain itu, Puan mendesak penegakan hukum terhadap segala bentuk penyimpangan, seperti pungli, suap, atau praktik jual-beli kursi. Menurutnya, integritas sistem pendidikan harus dijaga sedari proses awal masuk sekolah.

Terakhir, ia mengingatkan pentingnya pemerataan kualitas sekolah di semua wilayah. “Hak anak untuk bersekolah bukan hak istimewa, melainkan hak konstitusional yang harus dipenuhi negara,” tutur Puan.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan