close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi aparat sipil negara (ASN). Foto Alinea.id.
icon caption
Ilustrasi aparat sipil negara (ASN). Foto Alinea.id.
Peristiwa
Senin, 21 April 2025 21:42

RUU ASN, DPR: Mutasi ASN untuk pembenahan birokrasi

DPR mendukung rencana pemerintah yang memberi kewenangan kepada presiden untuk melakukan mutasi pejabat ASN.
swipe

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyampaikan dukungan terhadap rencana pemerintah yang memberi kewenangan kepada presiden untuk melakukan mutasi pejabat aparatur sipil negara (ASN) pada jabatan pimpinan tinggi pratama dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) ASN. Menurutnya, hal ini bukanlah pelanggaran, melainkan bentuk penguatan sistem pemerintahan yang sejalan dengan konstitusi dan kebutuhan zaman.

“Hal ini menurut pandangan kami tidak salah, karena dalam ketentuan konstitusi, kekuasaan tertinggi terkait dengan pemerintahan itu ada di tangan presiden. Dan dalam konteks aparatur negara, presiden kemudian bisa melakukan kekuasaan itu, termasuk melakukan mutasi, promosi, dan seterusnya,” ujar Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senin (21/4).

Menurutnya, keberadaan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sudah mengisyaratkan arah perubahan tersebut. Langkah ini dinilai krusial untuk memastikan birokrasi tidak hanya netral secara politik, tetapi juga mampu berkembang secara profesional.

Dua masalah yang mendasari reformasi ASN

Rifqinizamy mengungkapkan, munculnya rencana mutasi langsung oleh presiden tak lepas dari dua tantangan nyata di lapangan. Yakni, Ketidaknetralan ASN dalam pemilihan umum (Pemilu). 

Evaluasi pasca-Pilkada menunjukkan netralitas ASN, terutama di level eselon II seperti sekretaris daerah, masih menjadi persoalan. Tekanan politik dari kepala daerah yang mencalonkan diri kembali atau mendukung calon tertentu memunculkan dilema loyalitas di kalangan birokrat.

“Netralitas ASN ini terganggu, karena ada ekspektasi dari kepala daerah terhadap dukungan ASN, baik langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.

Kemudian, Ketidaksesuaian kapasitas sumber daya manusia (SDM) dengan lingkungan kerja.  Fenomena adanya ASN dengan kapasitas tinggi, lulusan dari perguruan tinggi luar negeri misalnya, justru kesulitan berkembang saat ditempatkan di lingkungan birokrasi daerah dengan kultur kerja yang tidak mendukung.

“Alih-alih membawa perubahan positif, mereka justru terjebak dalam sistem yang menurunkan semangat dan efektivitas kerja. Harusnya dia bisa mewarnai birokrasi, tapi malah jadi stagnan atau bahkan menurun,” ungkap Rifqinizamy.

Menurutnya, dengan memberikan ruang kepada presiden untuk melakukan mutasi pada jabatan-jabatan strategis, pemerintah ingin membentuk birokrasi yang lebih adaptif dan meritokrasi. Langkah ini diyakini bisa menjadi solusi atas stagnasi dan konflik loyalitas yang sering muncul dalam sistem ASN saat ini.

Rifqinizamy menekankan, mutasi ini tetap harus dilakukan secara akuntabel dan berdasarkan kinerja, bukan semata-mata atas dasar politik.

“Mutasi itu bukan berarti intervensi politik. Ini soal menyelaraskan visi nasional dengan pelaksana di lapangan agar program-program strategis berjalan optimal,” katanya.

Langkah DPR: Kawal transparansi dan keadilan dalam mutasi

Komisi II DPR memastikan akan mengawal proses mutasi agar tidak disalahgunakan. Prosedur yang transparan dan mekanisme evaluasi kinerja ASN akan menjadi bagian penting dari penguatan sistem birokrasi yang melayani, bersih, dan profesional.

Lebih lanjut Rifqinizamy optimistis kebijakan ini merupakan pijakan awal menuju sistem pemerintahan yang lebih sehat dan dinamis.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan