close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei tiba untuk memberikan suara di TPS dalam pemilihan parlemen di Teheran, Jumat (21/2). ANTARA FOTO/Official Khamenei website/Handout via REUTERS.
icon caption
Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei tiba untuk memberikan suara di TPS dalam pemilihan parlemen di Teheran, Jumat (21/2). ANTARA FOTO/Official Khamenei website/Handout via REUTERS.
Peristiwa
Jumat, 13 Juni 2025 19:00

Skenario perang terbuka Israel-Iran setelah Salami tewas...

Iran menjanjikan serangan balasan yang setimpal setelah rudal Israel menewaskan Panglima Garda Revolusioner Iran.
swipe

Militer Israel menyerang sejumlah instalasi militer dan fasilitas nuklir milik Iran, Jumat (13/6). Tak hanya menghancurkan sejumlah bangunan, serangan rudal Israel juga membunuh Panglima Garda Revolusi Iran (IRGC) Hossein Salami, Kepala Staf IGRC Mayjen Mohammed Bagheri, dan sejumlah ilmuwan nuklir Iran. 

Genap berusia 55 tahun, Salami terbunuh dalam serangan yang menargetkan markas besar IRGC di Teheran. Didapuk jadi pemimpin IGRC sejak 2016, Salami merupakan sosok penting dalam pengembangan rudal balistik Iran. 

Israel berdalih serangan itu dilancarkan untuk menyetop program nuklir Iran yang mulai mengarah pada pengayaan uranium untuk persenjataan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim instalasi nuklir Natanz di selatan Teheran jadi salah satu target militer Israel. 

"Jika tidak dihentikan, Iran bisa memproduksi senjata nuklir dalam waktu yang sangat singkat. Ini merupakan ancaman yang nyata terhadap eksistensi Israel," kata Netanyahu seperti dikutip dari Associated Press (AP). 

Kompleks instalasi nuklir Natanz punya dua fasilitas pengayaan uranium--satu di bawah tanah dan satu lainnya di atas tanah. Menurut sumber AP, fasilitas pengayaan uranium di bawah tanah di Natanz terdiri dari tiga lantai. 

Serangan rudal diluncurkan Israel tak lama setelah International Atomic Energy Agency (IAEA) atau Badan Energi Atom Internasional mengumumkan bahwa Iran telah melanggar kesepakatan pengayaan uranium untuk kepentingan damai. 

Iran, kata IAEA dalam pernyataan resminya, kini menjadi satu-satunya negara yang bukan pemilik senjata nuklir, tetapi punya uranium yang mendekati spesifikasi senjata nuklir. 

Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan akan melanjutkan rencana membangun fasilitas nuklir baru yang lebih aman dari serangan Israel. Iran, kata dia, tak akan bekerja sama dengan pihak luar. 

"Kami akan terus melanjutkan jalur yang telah kami pilih. Kami akan akan meneruskan pengayaan," kata Pezeshkian.

Teheran berjarak sekitar 1,560 kilometer dari Jerusalem, ibu kota Israel. Perbatasan kedua negara dipisahkan Tepi Barat, Suriah, Iraq, dan Arab Saudi. 

Iran menjanjikan serangan balasan. Pemimpin spiritual tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan Israel akan mendapatkan hukuman yang setimpal. 

"Dengan serangan ini, rezim Zionis sedang menyiapkan nasib buruk bagi mereka sendiri, yang pasti akan mereka terima," ujar Khamenei.

Sejauh ini, Iran baru mengirimkan sekitar 100 drones sebagai respons atas serangan Israel.  

Picu perang terbuka? 

Pada April 2024, Iran meluncurkan setidaknya 300 misil dan drone untuk menyerang target-target militer dan sipil di tanah Israel. Militer Iran juga menyita kapal kontainer Israel yang tengah melintas di Selat Hormuz. Aksi-aksi itu diklaim sebagai respons atas pembunuhan sejumlah petinggi Garda Revolusi Iran di Suriah. 

Meskipun tensi antara kedua negara sangat panas, namun konflik Israel-Iran tak berujung pada perang terbuka. Kedua negara hanya saling kirim serangan udara. Ketika itu, Israel juga tengah sibuk mengurusi konflik dengan Suriah dan perang dengan Hamas di Palestina. 

Pakar keamanan Timur Tengah, Rodger Shanahan mengatakan konflik antara Iran dan Israel bisa meluas hingga tiba pada situasi yang terburuk. Indikasi utamanya akan terlihat dari target serangan balasan Iran. Perang terbuka akan pecah jika Iran memutuskan untuk kawasan permukiman di Israel. 

"Itu akan jadi garis merahnya. Jika serangan itu terjadi, maka tidak ada jalan balik. Jika mereka menargetkan markas militer Israel atau fasilitas nuklir, orang-orang yang terlibat dalam program nuklir, maka ini (konflik) masih bisa dibatasi," kata Shanahan seperti dikutip dari Strait Times. 

Andrea Stricker, peneliti dari Foundation for Defence of Democracies, mengatakan serangan Israel lebih terkesan sebagai upaya untuk mendestabilisasi rezim ketimbang menyetop program nuklir Iran. Menurut dia, dibutuhkan serangan rudal bertubi-tubi selama berhari-hari untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran. 

Ia menyebut aksi Israel terbaru itu sebagai pertaruhan yang berbahaya. "Jika Iran membalas, kita akan melihat Amerika Serikat turun tangan sebagaimana yang terjadi pada April dan Oktober 2024 lalu," kata Stricker. 

 
 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan