close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Vladimir Putin. Foto: Pixabay
icon caption
Vladimir Putin. Foto: Pixabay
Peristiwa
Rabu, 18 Juni 2025 10:35

Yang ditakutkan Rusia dari konflik Iran-Israel

Namun dalam kenyataannya, posisi Rusia di kawasan ini perlahan tergeser.
swipe

Di tengah dentuman bom dan asap yang membumbung akibat Operasi Rising Lion yang dilancarkan Israel, para pejabat Rusia tidak tinggal diam. Mereka menyebut eskalasi konflik terbaru di Timur Tengah sebagai sesuatu yang “mengkhawatirkan” dan “berbahaya.” Namun, di balik kekhawatiran itu, cepat atau lambat, muncul perhitungan politik dan keuntungan strategis yang mulai dikalkulasi oleh Moskow.

Media-media arus utama Rusia pun segera menangkap sisi positif dari kekacauan ini. Harga minyak global yang naik tajam, misalnya, dipandang sebagai angin segar bagi perekonomian Rusia yang masih terpukul akibat sanksi Barat. Selain itu, ada harapan terselubung: perhatian dunia yang selama ini tertuju ke Ukraina mulai teralihkan. Salah satu harian ternama, Moskovsky Komsomolets, bahkan menurunkan tajuk utama provokatif: “Kyiv telah dilupakan.”

Lebih jauh, jika upaya Kremlin untuk tampil sebagai penengah diterima oleh para pihak yang bertikai, Moskow dapat mengukuhkan citranya sebagai kekuatan penyeimbang di Timur Tengah, bahkan sebagai pembawa damai—meskipun ironisnya, reputasi itu bertolak belakang dengan tindakannya di Ukraina.

Namun semakin berlarutnya operasi militer Israel, semakin besar pula kesadaran bahwa Rusia tidak hanya berpotensi mendapat untung, tetapi juga menghadapi kerugian besar.

Ilmuwan politik Rusia, Andrei Kortunov, dalam tulisannya di Kommersant memperingatkan bahwa eskalasi ini menyimpan risiko tinggi bagi Moskow. 

“Fakta yang tidak bisa diabaikan adalah, Rusia tidak berdaya mencegah serangan besar-besaran Israel terhadap negara yang hanya lima bulan lalu telah menandatangani kemitraan strategis komprehensif dengannya,” tulisnya, merujuk pada Iran.

“Jelas bahwa Moskow tidak siap melangkah lebih jauh dari pernyataan-pernyataan politik yang mengutuk Israel. Rusia tidak siap memberikan dukungan militer kepada Iran,” lanjut Kortunov.

Kemitraan strategis Rusia-Iran yang diumumkan awal tahun ini oleh Presiden Vladimir Putin dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian memang bukanlah aliansi militer. Tidak ada klausul yang mewajibkan Moskow membela Teheran. Namun nada diplomasi pada saat itu terasa jauh lebih optimistis.

Dalam wawancara dengan kantor berita RIA Novosti, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menekankan bahwa perjanjian tersebut mencakup penguatan koordinasi untuk perdamaian dan keamanan, serta kerja sama lebih erat di bidang pertahanan.

Namun dalam kenyataannya, posisi Rusia di kawasan ini perlahan tergeser. Selama enam bulan terakhir, Moskow kehilangan salah satu sekutu utamanya di Timur Tengah: Bashar al-Assad. Setelah pemimpin Suriah itu digulingkan Desember lalu, ia kabarnya menerima tawaran suaka dari Rusia. Kini, dengan bayang-bayang perubahan rezim di Iran, ketakutan akan kehilangan satu lagi mitra strategis semakin nyata.

Tak heran jika Moskovsky Komsomolets pada hari Selasa menyimpulkan situasi ini sebagai momen pergeseran besar dalam politik global, yang “akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan di negeri ini.”

Sementara Timur Tengah terbakar dan posisi Rusia di kawasan itu diuji, Vladimir Putin dijadwalkan menghabiskan sebagian besar minggu ini di St. Petersburg, kota yang menjadi tuan rumah Forum Ekonomi Internasional Rusia—dulu disebut sebagai “Davos-nya Rusia.” Namun, seiring berjalannya waktu dan memburuknya hubungan dengan Barat, label itu kini terasa usang.

Sejak invasi besar-besaran ke Ukraina, para CEO dari perusahaan besar Barat enggan hadir. Meski begitu, panitia penyelenggara mengklaim bahwa lebih dari 140 negara dan wilayah akan tetap mengirimkan perwakilan tahun ini.

Bagi Kremlin, forum ekonomi ini akan dijadikan panggung untuk menunjukkan bahwa Rusia belum sepenuhnya terisolasi oleh dunia, meskipun sanksi dan tekanan terus membayangi.

Namun di tengah agenda ekonomi, urusan geopolitik tetap saja hadir. Dan semua mata kini tertuju pada pidato-pidato pemimpin Kremlin, khususnya tentang dua isu yang paling membakar dunia saat ini: Timur Tengah dan Ukraina.(bbc)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan