Alih-alih diapresiasi, langkah personel TNI Kodim 1608/Bima dan unit intel TNI menggerebek sarang narkoba di kawasan tambak Desa Penapali, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5) lalu, justru memicu polemik. TNI dianggap menjalankan tugas yang semestinya menjadi kewenangan kepolisian setempat.
Pakar hukum dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Al Wisnubroto mengatakan TNI tidak memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai aparat penegak hukum. Merujuk pada konstitusi dan peraturan yang berlaku, TNI ditempatkan sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan kedaulatan rakyat.
"Bukan sebagai aparat penegak hukum yang menangani kasus pidana seperti narkoba. Keterlibatan TNI dalam penegakan hukum pidana dapat dianggap melanggar hukum dan menyebabkan tindakan yang dilakukan oleh TNI menjadi batal demi hukum karena bukan institusi yang berwenang," kata Wisnu, sapaan akrab Wisnubroto, kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Wisnu mengakui personel TNI terkadang TNI dilibatkan dalam operasi gabungan bersama Polri dalam menangani kejahatan narkotika, terutama dalam situasi yang memerlukan dukungan keamanan ekstra. Dalam hal ini, TNI berperan sebagai unit penyokong kerja personel kepolisian.
Seiring itu, revisi UU TNI juga tak memberikan kewenangan baru di bidang penegakkan hukum sebagaimana yang dimiliki polisi. "Undang-undang ini hanya membuka peluang bagi TNI untuk berperan dalam sistem penegakan hukum melalui penempatan personel militer di lembaga-lembaga penegak hukum, semisal di lingkungan Kejaksaan Agung," kata Wisnu.
Sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer Markas Besar TNI Mayor Jenderal Yusri Yunanto berdalih tidak ada yang salah dalam tindakan personel TNI saat menggagalkan peredaran narkotika di Bima. Personel TNI, kata dia, tergerak karena kejahatan itu terjadi di "depan mata."
"Masa iya kita biarkan? Dalam penanganan awal, tidak apa-apa kita tangkap. Tetapi, kalau pelakunya sipil, ya, diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan,” kata Yusri kepada wartawan di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (7/5).
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi tak sepakat dengan dalih Yusri. Dia menegaskan UU TNI, Kitab Utama Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang- Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) tidak memberikan kewenangan kepada personel TNI untuk melakukan penegakan hukum di bidang pemberantasan narkoba.
"Banalitas dan normalisasi pelanggaran hukum dalam bentuk tindakan ekstra yudisial oleh TNI, selain akan mengacaukan tertib hukum dan merusak tatanan negara hukum (nomocracy), juga akan melegitimasi tindakan elemen negara untuk melampaui hukum (beyond the law)," kata Hendardi dalam sebuah siaran pers kepada Alinea.id.
Urusan pemberantasan narkoba, lanjut Hendardi, merupakan kewenangan kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) melalui koordinasi dengan kepolisian dan BNN. Ia meminta DPR menegur Panglima TNI karena personelnya bertindak melampaui kewenangan.
"Dengan demikian, harus ada koreksi atas pelanggaran hukum tersebut agar tidak merusak tertib hukum (legal order). Dewan Perwakilan Rakyat dengan kewenangan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan seyogianya memberikan teguran keras," kata dia.