Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggelar Elektoral Studies Program (ESP) di Merlyn Park Hotel, Jalan Hasyim Ashari, Jakarta Pusat, Selasa (26/6).
Acara yang akan berlangsung mulai Selasa (26/6) sampai (28/6) tersebut, mengundang KPU dari 12 negara penyelenggara pemilu dan perwakilan dari 14 negara sahabat. Turut hadir dalam acara tersebut, yakni sejumlah NGO Internasional, sekitar 12 perwakilan kedutaan besar, serta 20 LSM lokal.
Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin menyatakan selain berdiskusi, para peserta akan diajak melihat proses Pilkada pada Rabu (27/6) besok, dari prosesi acara pembukaan sampai pada pemungutan suara di masing-masing TPS, yang akan dibagi menjadi 5 wilayah sekitar Jakarta yang menyelenggarakan Pilkada.
Hal tersebut dilakukan untuk sama-sama mempelajari proses pemilu di Indonesia, serta penindakan saat ditemukan pelanggaran. Terlebih lagi, negara-negara lain tidak memiliki lembaga pengawas pemilu seperti yang ada di Indonesia.
"Pada saatnya nanti, keinginan kita dengan adanya lembaga atau pusat komunikasi tersebut, bisa meningkatkan kerjasama atau aliansi dengan negara-negara di Asia dan juga negara yang hadir, untuk meningkatkan electoral justice, khususnya dalam penegakan hukum pemilu," kata Afif, sapaan Mochammad Afifuddin.
Dia juga berharap Bawaslu dapat menjadi percontohan lembaga pengawas di dunia ke depannya, sebab tidak ada mandat sekuat Bawaslu di negara manapun.
"Kami ingin Indonesia menjadi pusat percontohan Pemilu dunia," tegasnya.
Apalagi, selama ini Bawaslu secara intensif telah berkolaborasi dengan masyarakat sipil dalam melakukan advokasi mengenai isu-isu pemilu.
Selain itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, mereka akan memperkenalkan berbagai kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu. Apalagi dalam melakukan penanganan pelanggaran pemilu, lembaga pengawas pemilu di Indonesia dapat berdiri sendiri.
"Biasanya di negara-negara yang menyelenggarakan pemilu itu disatukan dengan KPU," jelasnya.
Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja menambahkan, Bawaslu memiliki hak dalam menyelesaikan sengketa antara penyelenggara dengan peserta Pemilu.
Proses penyelesaiannya pun tidak hanya berupa sanksi, namun bisa juga melalui jalur musyawarah.