sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ganjalan elektabilitas Anies Baswedan dan kredibilitas survei

Adi Prayitno, menilai, terlepas apapun hasil survei, Anies masih gelap gulita soal pencapresan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 06 Des 2021 13:57 WIB
Ganjalan elektabilitas Anies Baswedan dan kredibilitas survei

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi salah satu nama yang kerap disorot terkait peluang maju di ajang pemilihan presiden (pilpres) 2024. Berdasarkan survei Indonesia Political Opinion (IPO) terbaru, elektabilitas Anies melambung, dengan capaian 21,6%.

Elektabilitas Anies ini berada jauh di atas nama-nama yang kerap menduduki posisi teratas dalam berbagai survei, di antaranya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (9,1%) dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (14,8%).

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai, terlepas apapun hasil survei, Anies masih gelap gulita soal pencapresan. Menurutnya, capaian elektabilitas Anies saat ini bukanlah rujukan pasti untuk bursa capres, mengingat Anies tak lama lagi akan melepaskan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Delapan bulan lagi akan berakhir masanya jadi gubernur. Di situ ujian pertama apakah Anies bisa pertahankan elekbilitasnya yang kalah jauh dari Prabowo dan Ganjar," kata Adi saat dihubungi Alinea.id, Senin (6/12).

Hal lain yang mengganjal Anies, kata Adi, ialah soal dukungan partai politik. Menurut dia, sejauh ini belum satupun parpol yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu. Berbeda dengan Gubernur Jawa Tengah Ridwan Kamil (RK)  dan Ganjar Pranowo yang diminati parpol besar seperti Partai NasDem dan Partai Golkar.

"Kedua, nyari dukungan partai. Sejauh ini belum ada partai yang terbuka mau usung Anies maju. Belum terlihat juga Anies tertarik ke partai seperti RK yang sudah deklarasi terbuka nyari partai nasionalis," ujarnya.

Selain belum ada parpol yang secara terbuka mendukung, Adi mengatakan Anies seharusnya lebih terbuka untuk melakukan penjajakan sedari dini. Alasannya, kata Adi, parpol juga belum tentu mau menerima Anies bergabung.

"Partai juga punya marwah yang tak mungkin diobral murah begitu saja," bebernya.

Sponsored

Lepas dari posisi Anies yang demikian, Adi menyebut capaian elektabilitas saat ini bukan patokan yang menjadikan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai salah satu calon terkuat. "Kalau sudah tak lagi jadi gubernur dan tak masuk partai, bisa makin gelap gulita nasib pencapresan Anies," ungkapnya.

Di sisi lain, Adi mengatakan masyarakat mesti cerdas  melihat hasil survei. Terutama harus jadikan hasil survei yang lembaganya tergabung dalam asosiasi lemabaga survei seperti PERSEPI (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia).

"Lebih kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau tak gabung asosiasi, meragukan hasilnya karena tak ada mekanisme mengaudit mereka. Jadinya, suka-suka keluarkan hasil survei yang bisa menyesatkan. Sangat bahaya bagi demokrasi," tegasnya.

Diketahui, elektabilitas Anies yang disurvei IPO berbeda hasilnya dengan hasil survei yang dirilis Indikator Politik Indonesia pada Minggu (5/12). Dalam simulasi dengan berbagai metode, yakni pertanyaan terbuka (top of mind), simulasi banyak nama, simulasi pengerucutan dan simulasi pasangan, elektabilitas Anies justru berada jauh di bawah Prabowo dan Ganjar.

Pada simulasi  sebanyak 30 nama misalnya, nama Prabowo ada di urutan pertama dengan elektabilitas 23,7%, diiukuti Ganjar Pranowo 20,9%, Anies Baswedan 15,1% dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 5,1%. Begitu pula dari simulasi 10 nama, nama Prabowo masih di urutan teratas dengan elektabilitas 26,9%. Selanjutnya diikuti Ganjar (23,2%) dan Anies (16,7%) di urutan kedua dan ketiga.

Adi mengatakan, ada banyak lembaga survei. Biasanya lembaga yang tergabung ke persepi adalah lembaga yang siap diaudit segala hal terkait hasil survei. Seperti metodologi, pendanaan, dan lainnya. Tapi ada juga lembaga survei tak gabung PERSEPI. Nah lembaga survei begini agak sulit dimintai pertanggung jawaban publiknya terutama soal metodologinya," kata dia.

"Artinya, rakyat mesti tau mana lembaga survei yang siap diaudit dan tidak. Biar tak menyesatkan," sambung Adi.

Berita Lainnya
×
tekid