Nama Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kerap dibanding-bandingkan dengan Gubernur Jawa Barat (Jabar) sebagai kandidat kuat calon presiden di Pilpres 2029. Meskipun tak setenar Dedi di media sosial, Pramono dianggap punya keunggulan lantaran DKI masih jadi barometer politik nasional.
Sebagai seorang teknokrat, Pramono juga terbilang piawai dalam berpolitik praktis. Saat PDI-Perjuangan berkonflik dengan Jokowi karena perbedaan pilihan di Pilpres 2024, Pramono masih bisa mempertahankan posisinya sebagai Sekretaris Kabinet.
"Dia punya modal untuk menjadi kandidat. Sebagai Gubenur DKI Jakarta dia akan disorot oleh media. Selain itu, dia politikus PDI-P yang punya pengalaman di DPR RI dan di eksekutif sangat panjang," pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (4/6).
Pramono, kata Cecep, juga dikenal dekat dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan tokoh-tokoh politik nasional lainnya. Jika elektabilitasnya bagus jelang Pilpres 2024, Megawati potensial merestui Pramono untuk maju.
Persoalannya, Pramono belum sepopuler gubernur-gubernur di Jawa lainnya. Survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis belum lama ini menunjukkan banyak warga DKI yang bahkan tak tahu program-program yang sedang dijalankan Pramono di ibu kota.
Program perpanjangan jam operasional perpustakaan di Jakarta, misalnya, hanya diketahui 64,5% responden. Secara umum, tingkat kepuasan warga DKI terhadap kinerja Pramono juga hanya baru kisaran 60%. Di Jabar, tingkat kepuasan warga terhadap Dedi mencapai 95%.
"Secara popularitas, Pramono itu masih kalah dibandingkan dengan gubernur di Jawa yang lain. Padahal, dia memimpin Jakarta," kata Cecep.
Pramono, lanjut Cecep, butuh banyak persiapan jika serius ingin berlaga di Pilpres 2029. Salah satunya ialah dengan membentuk kelompok relawan yang mendukung Pramono sebagai kandidat Pilpres 2029.
"Pramono saat ini sangat terlihat sisi teknokrat. Hal ini tidak salah dan ada sebagian masyarakat yang suka sisi teknokratik dari Pramono. Tapi, berkaca dari survei Indikator Politik Indonesia kemarin, memang Pram belum memunculkan sisi populisnya," kata Cecep.
Peneliti Charta Politika, Ardha Ranadireksa menilai kans Pramono untuk mendapatkan tiket di Pilpres 2029 cukup besar jika dilihat dari rekam jejak Pramono sebagai kader PDI-P. Selain itu, kepiawaian Pramono dalam merajut koalisi politik juga tergolong mumpuni.
"Dia politisi yang mampu berselancar, tidak saja pada saat PDI-P berkuasa (era Megawati ataupun Jokowi), tapi juga pada saat era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), yaitu ketika PDI-P menjadi oposisi," kata Ardha kepada Alinea.id, Selasa (4/6).
Rekam jejak Pramono saat menjabat Setkab selama dua periode dan Sekjen PDI-P juga tergolong positif. Jika kelak dianggap sukses membangun DKI Jakarta, bukan tidak mungkin elektabilitas Pramono meroket jelang Pilpres 2029.
"Salah satu hal yang dapat menjadi hambatan adalah pernyataan Mas Pram sendiri yang menyiratkan tidak akan melangkah lebih jauh dalam kontestasi kepemimpinan nasional setelah menjadi Gubernur Jakarta. Hal ini dapat saja menjadi bumerang andaikata pada 2029 mendatang dia maju," ujar Ardha.
Pernyataan Pramono itu, kata Ardha, bisa dijadikan senjata oleh lawan politiknya. Ia menyinggung pernyataan Jokowi saat jadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Ketika itu, Jokowi sempat menyatakan tak akan maju jadi calon presiden pada Pilpres 2024.
"Kondisi ini menjadi gambaran bahwa perlu kalkulasi yang matang jika Mas Pram hendak dicalonkan pada Pilpres 2029 mendatang," kata Ardha.