Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi menutup pendaftaran calon ketua umum PSI, Senin (23/6). Hingga pendaftaran ditutup, hanya ada dua nama kader PSI yang mendaftar, yaitu Ronald Aristone Sinaga atau Bro Ron dan Kaesang Pangarep.
Dengan ditutupnya masa pendaftaran, maka Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) resmi batal mencalonkan diri jadi Ketum PSI. Akhir pekan lalu, Kaesang sudah mengungkap keputusan Jokowi untuk tak maju di pemilihan Ketum PSI.
"Mengenai beliau akan menjadi ketua umum atau tidak, itu sudah kami obrolkan di seminggu terakhir ini. Enggak mungkin juga anak sama bapak saling berkompetisi,” kata Kaesang seperti dikutip dari akun Instagram @psi_id.
Kini genap berusia 64 tahun, Jokowi tak berpartai sejak dipecat PDI-Perjuangan (PDI-P) usai Pilpres 2024. Jokowi sempat dikabarkan bakal berlabuh di salah satu parpol besar.
Golkar dan Gerindra disebut-sebut sudah menyiapkan tempat terhormat bagi Jokowi. Ada pula rumor yang menyebut Jokowi sedang mengincar posisi Megawati Soekarnoputri di PDI-P.
Belakangan, Jokowi dikaitkan dengan kursi Ketum PSI. Isu itu menguat lantaran PSI menggelar pemilihan ketum baru saat Kaesang belum genap lima tahun menduduki kursi Ketum PSI.
Mei lalu, Jokowi menjawab pertanyaan wartawan soal dengan kalimat bersayap. Ia mengaku masih mengkalkulasi peluang menang jika mencalonkan diri jadi Ketum PSI. "Jangan sampai kalau saya maju malah kalah," kata Jokowi.
Soal kompetisi dengan Kaesang dalam perebutan kursi Ketum PSI, Jokowi secara tak langsung menyiratkan hal itu tak akan terjadi jika ia maju. "Ya, enggak tahu. Kalau saya mendaftar, mungkin yang lain enggak mendaftar," jelasnya.
Jokowi mesti mengkalkulasi peluang menangnya lantaran pemilihan Ketum PSI menggunakan skema one man, one vote atau satu kader, satu suara. Dengan begitu, semua kader di PSI punya hak untuk menentukan kandidat yang mereka inginkan.
Ketua kelompok Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengapresiasi keputusan Jokowi tak mencalonkan diri jadi Ketum PSI. Menurut dia, akan lebih baik jika Jokowi tak memilih masuk salah satu partai tertentu.
"Lebih baik Pak Jokowi berdiri di atas semua partai dan lebih fokus mendukung suksesnya pemerintahan Prabowo-Gibran dan membantu mengurus rakyat. Lebih elok Pak Jokowi menjadi negarawan yang berdiri di atas semua partai," ujar Silfester dalam keterangan tertulis, Senin (23/6).
Menurut Silfester, para relawan yang tersebar di berbagai partai dan nonpartai akan kecewa jika Jokowi memilih bergabung dengan salah satu parpol. "Toh tanpa partai politik pun malah Pak Jokowi lebih dicintai rakyat," imbuh dia.
Incar Golkar?
Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah punya pendapat berbeda. Menurut dia, Jokowi tak memasukan PSI dalam kalkulasi politiknya lantaran PSI masih bisa dikendalikan lewat Kaesang.
"PSI secara tidak langsung sudah dikuasai Jokowi melalui Kaesang," kata Dedi seperti dikutip dari JPNN.
Jokowi, kata Dedi, justru berpeluang berlabuh di Golkar. Terlebih, Golkar saat ini masih dipimpin Bahlil Lahadalia, salah satu loyalis Jokowi. Jokowi disebut-sebut sebagai otak mulusnya pemilihan Bahlil sebagai Ketum Golkar.
"Selain (partai) besar, juga faktor Bahlil yang dianggap sebagai loyalis Jokowi di mana akses pergantian kekuasaan di Golkar cenderung mudah bagi Jokowi," ujar dia