close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kotak surat suara pemilu. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi kotak surat suara pemilu. /Foto Antara
Politik
Rabu, 02 Juli 2025 10:10

Kenapa NasDem cs menolak pemisahan pemilu nasional-lokal?

Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk kembali memisah pemilu nasional dan pemilu lokal.
swipe

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang isinya memisahkan kembali pemilu nasional dan lokal diprotes parpol-parpol penghuni Senayan. Hingga kini, mayoritas parpol anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengeluhkan putusan kontroversial itu. 

Protes keras datang dari NasDem. Pernyataan sikap NasDem disampaikan Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem Lestari Moerdijat dalam sebuah keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (1/7). Menurut NasDem, putusan itu melanggar konstitusi dan berpotensi menimbulkan krisis ketatanegaraan.

Salah satu persoalan yang disoroti NasDem ialah keharusan memperpanjang masa jabatan anggota DPRD setelah periode lima tahun berakhir. Para anggota DPRD tersebut, menurut NasDem, menjabat selama masa transisi tanpa landasan demokratis. 

”Artinya berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional,” ungkap Lestari.

Dalam putusannya, MK menetapkan bahwa pemilu nasional dan lokal digelar terpisah mulai 2029. Pemilu nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD dilaksanakan terlebih dahulu. Pilkada dan pileg di tingkat provinsi, kabupaten dan kota digelar setelah jeda sekitar dua hingga dua setengah tahun.

Jabatan anggota DPRD, kata Lestari, adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana pasal 22E UUD 1945. Pasal yang sama juga menegaskan bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu.

"Sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022, sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” kata Lestari. 

Sikap serupa juga ditunjukkan Golkar. Wakil Ketua Umum Golkar Adies Kadir mengkritik inkonsistensi MK dalam mengeluarkan putusan terkait sistem kepemiluan. Menurut Adies, sudah ada empat putusan MK soal pemilu yang terus berubah sejak awal 2000-an. 

"Apakah kalau ketua MK-nya atau hakimnya ganti, putusannya berubah lagi? Atau rezimnya ganti, pemerintahnya, ada putusan lagi? Final and binding-nya di mana? Ini jadi perdebatan,” kata Adies kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/7). 

Adies mengatakan Partai Golkar memilih berhati-hati dalam merespons putusan MK. Golkar sedang mengkadi dampak politik, hukum, dan administratif dari pelaksanaan pemilu yang tidak lagi serentak. 

Gerindra juga serupa. Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan partainya masih mengkaji putusan MK sebelum mengambil sikap resmi. Ia juga mengkritik putusan MK yang berubah-ubah. 

"Keputusan yang final dan mengikat kemudian diuji, (lalu menghasilkan keputusan) final dan mengikat lagi... Ini kita harus kemudian kaji," kata Dasco kepada wartawan di Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Selasa (1/7).

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: dpr.go.id/Oji/nr

PKS dorong revisi UU Pemilu

Berbeda, putusan MK justru diapresiasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Mulyanto menilai pemisahan pemilu nasional dan lokal memudahkan parpol dalam menyeleksi dan menyosialisasikan para kandidat. 

"Tidak seperti Pemilu 2024 kemarin di mana semua calon dipersiapkan sekaligus, dari capres serta cawapres hingga calon anggota DPRD tingkat kabupaten dan kota,” ujar Mulyanto.

PKS mendorong agar DPR segera merevisi UU Pemilu untuk mengakomodasi putusan MK. Salah satu poin yang paling krusial untuk dibahas teknisnya ialah terkait perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD.

"Sedapat mungkin tidak terlalu lama (perpanjangan masa jabatannya). Ini poin yang cukup krusial,” ujar Mulyanto.

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan