sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lika-liku Ibu Kota: Rona Anies memimpin Jakarta

Anies akan genap tiga tahun memimpin Jakarta pada 16 Oktober mendatang.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Jumat, 04 Sep 2020 20:00 WIB
Lika-liku Ibu Kota: Rona Anies memimpin Jakarta

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, akan genap tiga tahun memimpin Ibu Kota pada 16 Oktober 2020. Seperti rezim sebelumnya, jalannya roda pemerintahan di bawah komandonya juga sarat kontroversi dan tak jarang “memancing” polemik di media sosial. Perdebatan pertama mengenai pidatonya di Balai Kota usai dilantik di Istana Negara.

Pidato perdananya tersebut membuat geger lantaran menyebut “pribumi”. Mestinya diksi ini tak dilontarkan mengingat telah dilarang dan diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 26 Tahun 1998–yang diteken Presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.

Seiring waktu, daftar kontroversi terus bertambah karena laku, kebijakan, hingga dinamika politik. “Tambunnya” Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP); pergantian wakil gubernur; penutupan jalan di Tanah Abang, Jakarta Pusat; trotoar dicat warna-warni; penutupan Alexis; dan pengadaan lidah mertua.

Lalu revitalisasi Monas dan Taman Ismail Marzuki (TIM); pengadaan ornamen di Bundaran Hotel Indonesia (HI); Formula E; penyetopan dan pemberian izin reklamasi pantai utara (pantura); pembangunan kampung susun Akuarium, Jakarta Utara; dan tingginya kasus penularan coronavirus baru (Covid-19); misalnya.

Di sisi lain, Anies berhasil meraih beberapa anugerah selama menjadi DKI-1, seperti pemprov dengan komitmen tinggi terhadap pelaksanaan pembinaan sosial bagi anak jalanan dari Kemensos, penyelenggara PTSP Provinsi Terbaik III dari BKPM, Sistem Pengendalian Gratifikasi Terbaik dari KPK, dan Best Achiever Jakarta in Regional Leader versi Men's Obsession pada 2018.

Setahun kemudian, mendapat Penghargaan Kota Layak Anak Save The Children dan Kementerian PPPA, Penghargaan Pimpinan Antikorupsi dari Kemenpan RB, TPID Provinsi Terbaik se-Jawa Bali dari BI, Pemda Peduli Anak dari KPAI, Anugerah Badan Pengawas Tenaga Nuklir dari Bapeten, dan Merit Award Best Planning of the Year dari Singapore Institute of Planners.

Lantas, bagaimana “gaung” bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini di media? Alinea.id telah merangkumnya pada 24 Juli-24 Agustus 2020 melalui perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Berdasarkan data yang dihimpun, ekspos Anies di Twitter mencapai 37.807 cuitan dan 6.784 pemberitaan di 481 portal media daring (online).

Dalam rentang waktu itu, tempo.co paling banyak memberitakan Anies dengan 248 artikel. Selanjutnya, wartakota.tribunnews.com (244 artikel), detik.com (207 artikel), MediaIndonesia.com (162 artikel), Liputan6.com (157 artikel), RMOL.ID (147 artikel), KOMPAS.com (131 artikel), AKURAT.co (125 artikel), Republika.co.id (115 artikel), dan Medcom.id (112 artikel).

Sponsored

Dari seluruh twit tentang Anies, sebanyak 52% di antaranya positif, disusul negatif 31% dan netral 17%. Sentimen positif berasal dari kicauan berisi dukungan dan apresiasi, sedangkan negatif terkait beberapa isu macam polemik pembangunan kampung susun Akuarium hingga isu reklamasi.

Berdasarkan emosi, sebanyak 8.336 cuitan netizen (53%) berisi harapan (anticipation)–salah satunya dikaitkan dengan doa warganet agar Anies selalu sehat dalam memimpin Jakarta dan mampu menangani pandemi. Lalu, kepercayaan (trust) sebesar 2.460 cuitan (16%) berupa dukungan dan kepercayaan terhadap kinerja eks Rektor Universitas Paramadina ini dalam memimpin serta menghadapi tantangan.

Berikutnya, senang (joy) sebanyak 1.935 cuitan bernada apresiatif (12%) terhadap Anies dan senang dengan hubungan dekatnya bersama sang ibunda, Aliyah Rasyid. Selanjutnya, sebesar 1.261 cuitan (8%) marah (anger), 986 cuitan (6%) muak (disgust), 574 cuitan (4%) terkejut (surprise), dan 105 cuitan (1%) kesedihan (sadness).

Kepada Alinea.id, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Jakarta, Gembong Warsono, merespons dingin terhadap "wajah" Anies di media sosial. Baginya, "bisa saja citra yang terbangun berbanding terbalik dari apa yang tergambar di lapangan."

Dirinya lantas menyebutkan beberapa kontroversi Pemprov Jakarta di bawah Anies. Menutup trotoar demi mengakomodasi pedagang kaki lima (PKL); menutup Jalan Jatibaru, Tanah Abang; membangun Kampung Akuarium; pemanfaatan tol oleh pesepeda; ganjil genap sepeda motor; penyegelan pulau reklamasi dan penamaan pantai; serta pengecetan jalur sepeda.

Karenanya, Sekretaris DPD PDIP Jakarta ini beranggapan Anies kerap membuat kebijakan kontroversial. "Kebijakan bertentangan dengan peraturan lainnya," katanya.

Meski mengakui gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga kerap menuai kontroversi. Namun, Gembong beralasan, keduanya dipicu hal berbeda.

"Kontroversinya beda. Kalau Anies, kontroversinya dengan peraturan, menabrak aturan," tegasnya. Sedangkan Ahok lantaran pengarainya. Dia pun memberi nilai kinerja Anies sebesar 5,5 dari skala 0 hingga 10. 

Menurutnya, rendahnya kinerja dan capaian tersebut dipengaruhi kebijakan yang dibuat tanpa pemantauan saat dilaksanakan. Untuk itu, Anies dianjurkan sesekali melakukan inspeksi ke lapangan.

Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. "Jangan sampai jadi 'macan kertas'," saran Gembong.

Sedangkan bagi Partai Gerindra, salah satu pendukung utama pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017, performa Anies selama memimpin sangat baik. Khususnya pada dua tahun pertama.

"Dua tahun pertama sangat baik dan tahun ini agak terganggu karena covid, sehingga program pembangunan tidak tercapai karena APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) turun," ujar Wakil Ketua DPD Gerindra Jakarta, Prabowo Soenirman, kepada Alinea.id.

Bagi eks Direktur Utama PD Pasar Jaya itu, Anies merupakan figur yang mumpuni dan pandai. Namun, terkesan kurang tegas. Meski demikian, jalannya pemerintahannya tidak bisa dibandingkan saat memimpin seorang diri ataupun bersama pendamping, baik Sandiaga Uno maupun Ahmad Riza Patria.

Di sisi lain, Prabowo menyarankan Anies memprioritaskan program hunian uang muka Rp0 atau rumah susun sederhana milik (rusunami) dan merampungkan pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) atau intermediate treatment facility (ITF) di Sunter, Marunda, Cilincing, dan Duri Kosambi. "Untuk meninggalkan legacy (warisan)."

Anggota Komisi C DPRD Jakarta itu mengusulkan demikian lantaran rusunami termasuk janji kampanye yang realistis dan bisa direalisasikan. "Sedangkan ITF," lanjutnya, "adalah satu program yang berkaitan dengan sampah yang sampai saat ini belum bisa ditanggulangi dengan baik oleh Pemprov DKI."

Dalam pelaksanaanya, Prabowo mengingatkan, kedua proyek tersebut bisa menggunakan dana pihak ketiga. Sehingga, tidak mengganggu keuangan pemda.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Alinea.id/Oky Diaz

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Ade Reza Hariyadi, menilai, rezim Anies tidak memiliki perbedaan mencolok dengan pemerintahan sebelumnya. Secara khusus menyoroti "gemuknya" personalia TGUPP sebanyak 50 orang–dari sebelumnya 67 anggota–dan persoalan di Jakarta.

"Secara umum, masalah-masalah pembangunan di Jakarta sepertinya masih mengemuka, seperti isu kemacetan, banjir, serapan anggaran yang rendah, hingga program penanggulangan kemiskinan yang belum menunjukkan capaian signifikan," ucapnya kepada Alinea.id dalam kesempatan terpisah.

"Apalagi jika dikaitkan dengan realisasi janji kampanye Gubernur Anies. Dalam konteks itu, signifikansi keberadaan TGUPP belum tampak menonjol," imbuh dia.

Menurut Reza, sepatutnya ada target kerja untuk mengukur kinerja dan kontribusi TGUPP terhadap akselerasi fungsi-fungsi pemerintahan dalam pelayanan publik di bawah kepemimpinan Anies. Dengan begitu, terdapat ukuran objektif dalam melihat sejauh mana manfaatnya.

Keberadaan TGUPP pun sepatutnya menghadirkan berbagai inovasi dan terobosan pelayanan publik dan peningkatan kinerja pemprov. Sayangnya, kualitas dan akses pelayanan publik tak jua membaik. "Terutama masalah-masalah yang selama ini terus berulang dan belum ada terobosan."

Karenanya, dia berpendapat, banyaknya anggota TGUPP Anies hanya sekadar faktor akomodasi politik daripada mengakselerasi capaian visi-misi. "Jadi, wajar jika dirasa seolah apa yang dilakukan oleh Anies masih normatif sifatnya," jelasnya.

Reza pun mendorong DPRD turut menyoroti keberadaan TGUPP. Apalagi, pembayaran gajinya kini menggunakan APBD sebesar Rp19,8 miliar pada 2020. Era sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), Ahok, hingga Djarot Saiful Hidayat, bersumber dari dana operasional kepala daerah.

"Jika peran dan keberadaan TGUPP dianggap kurang berkontribusi pada kepentingan publik, tentu evaluasi dan pengawasan bisa menjadi opsi bagi DPRD," tandas Reza.

Berita Lainnya
×
tekid