sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menakar peluang menjegal pencawapresan Gibran

Gibran Rakabuming menjadi cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 01 Nov 2023 21:43 WIB
Menakar peluang menjegal pencawapresan Gibran

DPR bersama pemerintah akhirnya menyepakati revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (31/10) malam. Revisi dilakukan seiring adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

MK mengabulkan gugatan soal batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dengan demikian, terdapat penambahan norma bisa menjadi kandidat pilpres jika berumur di bawah 40 tahun asal pernah/sedang menjabat kepala daerah dan ini tidak diatur dalam PKPU 19/2023.

"Menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden," ucap Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, saat membacakan kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP).

Diketahui, dengan adanya putusan MK ini, maka jalan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, maju pada Pilpres 2024 mulus. Pangkalnya, belum genap berusia 40 tahun, tetapi menjabat Wali Kota Surakarta (Solo).

Ia pun telah didaftarkan sebagai cawapres Prabowo Subianto, yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM), ke KPU pada 25 Oktober 2023. Bahkan, telah mengikuti tes kesehatan dan berkas persyaratan yang diserahkan dinyatakan lengkap.

Kendati begitu, suasana RDP sempat meninggi, seperti ketika Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang, mempersoalkan langkah KPU yang sebelumnya mengirimkan surat edaran (SE) kepada partai politik (parpol) peserta pemilu. Isi SE tersebut adalah imbauan agar parpol mengikuti putusan MK tentang syarat capres-cawapres.

Mulanya, KPU enggan merevisi PKPU 19/2023 dengan dalih amar putusan MK sudah memuat norma baru. KPU pun memilih untuk menerbitkan SE kepada parpol.

"Apa dasarnya KPU membuat surat edaran kepada para ketum (ketua umum) parpol? Di mana diaturnya? Karena yang kita pahami, bahwa dalam UU Nomor 7, itu Pasal 75 ayat (4) disebutkan, setiap pembuatan PKPU, revisi, dan sejenisnya itu harus dan wajib berkonsultasi dengan DPR," bebernya.

Sponsored

Menurut Junimart, KPU menyalahi peraturan perundang-undangan dalam penerbitan SE tersebut karena tidak ada dasar hukumnya. "KPU ini kebablasan."

"Urusan apa ketum parpol dengan putusan MK yang didasarkan pada SE dari KPU? Biar KPU nanti belajar ke depan, biar suratnya itu bermuruah. Kita sebagai mitra tentu harus mengoreksi untuk lebih baik ke depan," imbuh politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Praktisi hukum Mohammad Hisyam Rafsanjani sependapat dengan Junirmart, KPU merevisi PKPU dan dikonsultasikan kepada DPR dan pemerintah. Hal tersebut diatur dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (4) UU Pemilu. Kendati demikian, DPR dan pemerintah tidak bisa membatalkan PKPU tersebut, termasuk mengupayakan revisinya bertentangan dengan putusan MK.

"Secara prinsip hukum ketatanegaraan, keberlakukan putusan MK, konvensi ketatanegaraan, serta asas hukum lex superior derogate legi inferiori, proses formil revisi PKPU Pencalonan Pilpres yang dikonsultasikan oleh KPU dengan DPR dan pemerintah secara hukum tidak dapat mendelegitimasi proses/tahapan pemilu yang telah dilaksanakan oleh KPU karena frasa yang digunakan dalam UU Pemilu adalah 'wajib dikonsultasikan'. Artinya, KPU tidak memerlukan 'persetujuan' dalam revisi PKPU dengan DPR dan pemerintah," bebernya kepada Alinea.id, Rabu (1/11).

Hisyam mengingatkan, sesuai Pasal 24C UUD 1945 jo. Pasal 10 UU MK, putusan MK bersifat final-mengikat (resjudicata pro veritate habeteur) dan inkrah (in kracht van gewijsde) sejak putusan dibacakan. "Serta seketika langsung dilaksanakan (erga omnes)."

Meskipun demikian, menurutnya, celah hukum untuk menggagalkan Gibran maju pada Pilpres 2024 masih terbuka. Dicontohkannya dengan menggugat Surat Keputusan (SK) KPU tentang Penetapan Capres/Cawapres 2024.

SK tersebut merupakan legitimasi pasangan kandidat menjadi peserta sesuai Pasal 235 ayat (1) UU 7/2017 jo. Pasal 52 PKPU 19/2023. Berdasarkan jadwal, penetapan paslon peserta Pilpres 2024 pada 13 November mendatang dan sehari setelahnya (14/11), pengundian dan penetapan nomor urut paslon.

"Surat Keputusan KPU tentang Penetapan Capres/Cawapres berpotensi digugat ke pengadilan karena beberapa hal teknis secara formil hukum, meskipun hal tersebut akan menjadi perdebatan," jelasnya.

Menganulir putusan MK
Di sisi lain, hakim-hakim konstitusi digugat sejumlah pihak. Salah satunya adalah pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, yang melaporkan kasus dugaan pelanggaran etika Ketua MK, Anwar Usman.

 

 

Dalam laporannya, ia meminta Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, diberhentikan. Selain itu, memohon MKMK menyatakan putusan MK atas Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak sah dan diperiksa ulah oleh majelis hakim konstitusi yang berbeda. MKMK pun diharapkan dapat memutuskan dalam provisi agar menunda dapat hukum dari Putusan 90 sampai terbitnya putusan MKMK.

Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK), Jimly Asshiddiqie, berpendapat, putusan MK atas Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 memungkinkan dibatalkan. Pangkalnya, terdapat ruang untuk itu dalam Pasal 17 ayat (6) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim.

"Setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan, permintaannya supaya Putusan MK [90] itu dibatalkan," katanya.

Pasal 17 ayat (6) UU 48/2009 berbunyi, "Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Adapun isi Pasal 17 ayat (5) UU 48/2009 adalah "Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara."

Jika unsur ayat (5) dan ayat (6) terpenuhi, maka dilaksanakan pemeriksaan kembali. Bunyinya, "Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda."

Hal inilah yang mendasari MKMK mengabulkan permohonan Denny Indrayana tentang dugaan pelanggaran kode etik Anwar Usman. Pun menyangkut harapan putusan MKMK dibacakan sebelum 8 November.

"Kami runding, masuk akal itu. Oke. Untuk kalau, misalnya, kita tolak [permohonan Denny], itu timbul kecurigaan juga. 'Waduh, [MKMK] ini sengaja berlindung di balik prosedur jadwal'," ujar Jimly.

Tanggal 8 November adalah batas akhir pengusulan penggantian bakal paslon pengganti setelah dibuka pada 26 Oktober. Merujuk Pasal 47 PKPU 19/2023, penggantian dimungkinkan jika bakal paslon dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan hasil verifikasi dokumen hasil perbaikan.

Jika persyaratan bakal paslon pengganti tersebut dinyatakan tidak lengkap, tidak benar, dan/atau tidak absah, partai pengusung tak memiliki kesempatan lagi untuk menyodorkan nama pengganti berikutnya. Ini tertuang dalam Pasal 51 PKPU 19/2023.

Berita Lainnya
×
tekid