sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Poros ketiga Pilpres 2019, antara impian & kenyataan

Pertarungan pemilihan presiden 2019 kian riuh dengan opsi poros ketiga selain pengulangan pertarungan Pilpres 2014 antara Jokowi vs Prabowo.

Sukirno
Sukirno Jumat, 20 Apr 2018 01:11 WIB
Poros ketiga Pilpres 2019, antara impian & kenyataan

Pertarungan pemilihan presiden 2019 kian riuh dengan opsi poros ketiga selain pengulangan pertarungan Pilpres 2014 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

PDI Perjuangan telah resmi mengumumkan pencalonan kembali Joko Widodo untuk bertarung pada Pilpres 2019. Disusul oleh Partai Gerindra yang mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden 2019.

Seperti diduga banyak pihak, pertarungan dua figur ini diperkirakan bakal kembali terjadi pada 2019. Apalagi, sejumlah lembaga survei masih menempatkan tingkat keterpilihan Jokowi dan Prabowo pada posisi puncak.

Ambang batas pencalonan presiden yang mencapai 20%, memang hanya memungkinkan tiga calon yang bakal bertarung. Itu juga apabila parpol-parpol yang memiliki perolehan suara tinggi dapat tersebar secara proporsional.

 

 

Akan tetapi, dunia politik itu cair. Sebuah adagium menyebutkan bahwa 'tidak ada kawan dan lawan sejati, di dalam politik hanya ada kepentingan yang abadi'.

Hal itu diamini oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan yang meyakini poros ketiga akan terbentuk dalam waktu dekat. Partai yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kian mesra dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Setali tiga uang, PAN menyambut opsi itu sembari membaca peta politik yang akan terjadi pascadeklarasi Jokowi dan Prabowo sebagai Capres 2019. "Posisi PAN masih cair dalam menentukan calon dalam perhelatan pemilihan presiden, apalagi pimpinan partai hingga saat ini masih berbicara satu sama lain. apakah nanti akan kumpul dengan Cak Imin dan SBY," kata Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais yang juga putra politisi senior Amien Rais.

Sponsored

Memang, sejumlah pihak menilai kemunculan poros ketiga ini bakal membuat Pilpres 2019 semakin seru. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, poros ketiga tidak sekadar menawarkan calon alternatif, tetapi juga mencegah terjadinya konflik sosial dan politik di masyarakat.

Kunci poros ketiga ada di tangan Demokrat. Bermodal 61 kursi atau 10,19% suara, Demokrat bisa membentuk poros baru bersama PAN dan PKB. Tapi bakal bubar bila Demokrat, melalui SBY yang dinilai sebagai 'king maker' berkoalisi dengan Capres yang sudah deklarasi.

Suara publik yang direkam oleh Political Communication Institute menyebut poros ketiga diinginkan terbentuk oleh 30,45% responden. Tetapi, sebanyak 41,15% responden justru menginginkan sebaiknya Pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua calon saja.

Kemunculan poros ketiga dinilai bisa membuat PDIP yang mengusung Jokowi, was-was. "Pertarungan bisa lebih panjang, distribusi suara juga bisa terbelah," ujar Direktur Political Communication Institute Heri Budianto, Minggu (25/3).

Kemunculan poros ketiga diprediksi bakal terjadi pada detik-detik akhir menjelang pendaftaran Capres-Cawapres 2019 pada Agustus 2018. Sejumlah tokoh parpol semakin giat menggelar pertemuan yang diperkirakan sebagai lobi-lobi politik demi memuluskan gelaran 5 tahunan itu.

Sejumlah nama memang mencuat sebagai Capres alternatif selain Jokowi dan Prabowo. Di antaranya, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, hingga Mahfud MD.

Kendati demikian, Kepala Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (FISIP UGM), Kuskridho Ambardi, menilai pembentukan poros ketiga hanya ingin menaikkan posisi tawar belaka. Sebab, peluang meraih kemenangan terbilang sulit, terutama melawan elektabilitas Jokowi dan Prabowo.

"Apakah mereka akan mengajukan poros ketiga, yang prospek elektoralnya rendah? Logika awal dari partai, mereka mestinya punya kans menang. Karena mereka mengharap ada political spoil," katanya.

Layu sebelum berkembang

Kemungkinan munculnya poros ketiga nihil terjadi pada Pilpres 2019. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J. Kristiadi meyakini hanya akan ada dua calon saja yang bertarung. Mereka adalah kubu dari pihak incumbent Jokowi dan rivalnya di pilpres 2014, Prabowo Subianto. 

Lihat saja, pesimisme muncul dari sejumlah fungsionaris parpol besar. Komandan Satuan Tugas Bersama untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang digadang-gadang akan menjadi motor poros ketiga justru pesimistis. 

"Kemungkinan-kemungkinan (poros ketiga) itu terus diolah dan tentunya memang tidak semudah dan tidak sesederhana yang dibayangkan," kata pria yang akrab disapa AHY itu.

Bahkan, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan yang juga digadang-gadang bakal melahirkan poros ketiga, malah menganggap butuh sebuah keajaiban. "Untuk mewujudkan (wacana) poros ketiga butuh keajaiban," kata Ketua MPR tersebut seperti dilansir Antara, Selasa (17/4).

Hingga kini, PAN belum memutuskan dukungan secara resmi kepada kubu mana akan berlabuh. Namun, Zulkifli justru telah mendeklarasikan diri untuk menjadi bakal Capres 2019 dari PAN. 

Senada, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy juga menilai pembentukan poros ketiga adalah sebuah hil yang mustahal. Rommy menuturkan, hingga saat ini belum ada tokoh alternatif yang memiliki modal politik, sosial, dan finansial, untuk menjadi Capres 2019.

"Dalam politik kita boleh punya idealisme, tapi ketika bertarung di lapangan kita lihat realitas," katanya.

Bahkan, Rommy menyebut wacana poros ketiga hanyalah basa-basi politik. Menurut dia, poros ketiga tidak akan ada dan hanya akan terbentuk jika Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepakat berkoalisi.

Faktanya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengisaratkan kemungkinan untuk berpindah haluan dari Gerindra apabila sembilan kandidat Cawapres yang diajukan kadernya tidak dipilih oleh Prabowo.

"Semuanya sharing tiket, karena itu setiap partai punya hak mengajukan calon kadernya, baik sebagai capres atau cawapres," kata Mardani

Seperti ditulis sebelumnya bahwa politik itu sangat cair, pembentukan poros ketiga mungkin saja terjadi lantaran masih ada waktu hingga Agustus 2018 mendatang. 

 

 
Berita Lainnya
×
tekid