Koalisi: Pakaian adat dipakai, masyarakatnya digusur

Menurut YLBHI, menghormati masyarakat adat tidak cukup hanya memakai pakaiannya saja.

Presiden Jokowi berpakaian Adat Baduy pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, di Kompleks Parlemen, Senin (16/8/2021)/Foto tangkapan layar youtube.

Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Siti Rahma Mary menyampaikan, menghormati masyarakat adat tidak cukup hanya memakai pakaiannya saja, sementara pengakuan terhadap tanah, wilayah, asal-usul, dan budayanya diabaikan.

Ini disampaikan Siti menanggapi kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sidang Tahunan MPR 2021 dengan mengenakan pakaian adat Baduy. "Masyarakatnya digusur dan ditangkapi. 88% konflik tanah dan sumber daya alam yang diadvokasi YLBHI-LBH tiga bulan terakhir berada di wilayah masyarakat adat. Apakah dengan mengenakan pakaian adat Presiden hendak merayakan kemenangan atas pengusiran masyarakat adat di bawah UU Cipta Kerja?,” tanya Siti dalam keterangan tertulis, Senin (16/8).

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi. Ia menyinggung janji Nawacita Presiden Jokowi yang berkomitmen untuk melindungi dan memajukan Hak-Hak Masyarakat Adat, dengan membuat kebijakan perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat dengan meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat.

“Namun, sampai saat ini janji Nawacita belum terpenuhi satu pun. Bahkan perampasan wilayah adat terus terjadi. Sementara itu Satgas Masyarakat Adat menguap tidak tahu kemana. Dan Undang-Undang Masyarakat Adat belum juga disahkan, bahkan terus melemah di DPR. Malah yang disahkan adalah Revisi Undang-Undang Minerba dan Omnibus Cilaka (Undang-Undang Cipta Kerja),” ucap Rukka.

Sementara pendeta Jimmy Sormin, Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI menilai keberpihakan negara terhadap masyarakat adat sebagai kelompok rentan dan selama ini cukup terabaikan. Pemangku, kata dia, sudah seharusnya memprioritaskan pengesahan RUU Masyarakat Adat yang telah lama dinantikan- sebagai sebuah kado kemerdekaan yang sejati.