Aroma politik di balik terbitnya SE Mendagri 

Mendagri diminta mencabut surat edaran yang memungkinkan penjabat kepala daerah untuk memecat atau memutasi ASN tanpa seizin menteri.

Ilustrasi aparatur sipil negara. Alinea.id/Firgie Saputra

Penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ memantik kritik dari anggota DPR. Dalam rapat bersama Kemendagri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pertengahan September lalu, sejumlah politikus menuntut agar SE tersebut dicabut atau direvisi. 

"Rawan namanya abuse of power. Itu rawan sekali. Maka, terkait dengan itu, kita coba diskusikan apakah misalnya coba dicabut digantikan dengan surat edaran yang baru," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa dalam rapat kerja tersebut.

SE Nomor 821/5492/SJ diteken Mendagri Tito Karnavian pada 14 September 2022. Dalam SE itu, Kemendagri memberikan wewenang bagi pelaksana tugas (Plt), penjabat (Pj), dan penjabat sementara (Pjs) kepala daerah untuk memberhentikan atau memutasi aparatur sipil negara (ASN) tanpa seizin Kemendagri. 

Tito beralasan SE itu dirilis sekadar untuk menyederhanakan birokrasi. Menurut dia, laporan permintaan izin pemberhentian atau mutasi pegawai dari penjabat kepala daerah akan menumpuk di Kemendagri jika wewenang tersebut tak diberikan kepada para penjabat. 

Ia meminta publik tak khawatir kewenangan baru itu dipolitisasi. "Kewenangannya hanya ada dua, yakni menandatangani (surat pemberhentian) ASN yang sudah berhadapan dengan masalah hukum dan harus diberhentikan serta memutasi," kata Tito.